JelajahPesantren.Com – Ulama dan tokoh nusantara di eranya semisal, KH. Hasyim Asyari, KH. As’ad Samsul Arifin, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, Maksum, KH. Bisri Mustofa, KH. Muhammad Siddiq, KH. Muhammad Hasan Genggong, KH. Zaini Mun’in, KH. Abdullah Mubarok, KH. Asyari, KH. Abi Sujak, KH. Abdul Aziz Ali Wafa, KH. Syamsul Arifin, KH. Masykur, KH. Usmuni, KH. Karimullah, KH. Abdul Karim, KH.Munawwir, KH. Khozin, KH. Nawawi bin Noer Hasan, KH. Abdullah Faqih bin Umar, KH. Yasin bin Rais, KH. Tholhah Rawi, KH. Abdul Fattah, KH. Ridwan bin Ahmad, KH.Ahmad Qusyairi, KH. Ramli Tamim, KH. Ridwan Abdullah, KH. Abdul Hamid bin Itsbat, KH.Abdul Madjid bin Abdul Hamid, KH. Muhammad Thoha Jamaluddin, KH. Djazuli Utsman, KH. Hasan Mustofa, KH. Fakih Maskumambang, Soekarno, KH. Yatawi, KH. Abdul Wahab, KH. Makruf, Sayyid Ali Bafaqih, Muhammad Nor, Abd Hamid dan masih banyak lagi adalah sosok yang pernah ‘nyantri’ kepada Syekh Kholil al-Bangkalani. Yang sangat populer dengan sebutan Syaikhona Kholil Bangkalan.
Karenanya Al-‘Alim al-‘Allamah asy-Syekh al-Hajj Muhammad Kholil bin Abdul Lathif Basyaiban al-Bangkalani al-Maduri al-Jawi asy-Syafi’i selain diakui sebagai seorang ulama kharismatik dari Pulau Madura adalah sosok kiai dalam sebuah entitas pesantren.
Mengutip dari Jurnal Al-Fikrah Vol. 2 No. 1, Juni 2019, awal mula berdirinya pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan ditandai dengan sepulangnya Syaikhona Kholil ketika sudah cukup menimba ilmu di Mekah, Syaikhona pulang ke Jawa kemudian mendirikan pesantren di Desa Jengkibuan Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.
Dikenal sebagai pakar berbagai disiplin ilmu, terutama ilmu alat, sepesialisasi kitab alfiah, kealiman Syaikhona segera menyebar keseluruh Madura. Santri-santri mulai berdatangan untuk mengaji di pesantren itu. Semakin hari pesantren Syaikhona Kholil semakin ramai. Para santri tidak hanya dari lingkungan wilayah Bangkalan, tetapi juga mencakup seluruh Madura.
Kemudian Syaikhonal mendirikan pesantren baru yang tidak jauh dari pesantren yang lama. Tepatnya di daerah yang sangat strategis, hampir di pusat kota. Yaitu di Desa, sekitas 200 Meter dari Alun-alun kota Bangkalan. Seperti pesantren sebelumnya, di Pesantren Kademangan ini Syaikhona sangat cepat memperoleh santri. Sejak mendirikan pesantren di Kademangan, Syaikhona bersama para santrinya menetap di Bangkalan. Pun demikian dengan keluarganya.
Genealogi Intelektual Syaikhona Kholil Bangkalan
Genealogi intelektual Syaikhona Kholil bermula dari ayahnya bernama Kiai Abdul Latif. Didikan ayahnya lebih kepada dasar-dasar ilmu agama yang meliputi akidah, syariah dan akhlak. Setelah dididik oleh ayahnya, Syaikhona Kholil belajar dan memperdalam ilmu agama ke sejumlah pesantren di Bangkalan dan Tuan Guru Dawuh yang kemudian dikenal dengan sebutan Buju’ Dawuh, Syaikhona Kholil bermukin di Desa Malajeh Bangkalan. Kemudian berguru kepada Tuan Guru Agung yang akhirnya di kenal dengan Buju’ Agung. Selanjudnya Syaikhona Kholil melanjutkan ke pesantren di Pulau Jawa.
Dari beberapa sumber, beberapa pesantren yang pernah disinggahi Syaikhona Kholil untuk menuntut ilmu antara lain: Pesantren Bungah Gersik, Pesantren Langitan (terletak di desa Madungan, Widang, Tuban), Pesantren ke daerah Cangaan (Pesantren kala itu masih dipimpin oleh Kiai Haji Asyik), Pesantren Darussalam, di mana pondok tersebut terletak di Daerah Kebon Candi Pasuruan, Pesantren Sidogiri (pesantren ini terletak di Daerah Kraton Pasuruan).
Kemudian dilanjutkan ke pesantren yang terletak di Daerah Winongan, yang mana pada waktu itu pesantren tersebut diasuh oleh seorang ‘allamah dan bijaksana yaitu Kiai Abu Dzarrin, pesantren yang berada di Daerah Stail Banyuwangi (Pesantren Salafiyah Syafi’iyah), yang dipimpin oleh Kiai Abdul Bashar.
Selanjutnya Syaikhona Kholil belajar ke Mekkah diantara gurunya adalah Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Ahmad Khatib Sambas, Syaikh Abdul Adzem Al-Maduri dan Syaikh Nawawi Al-Bantani. Dan terakhir guru Syaikhona Kholil adalah Syaikh Ali Rahbini.
Dikutip dari laman nu.or.id Syaikhona Kholil lahir pada 9 Shafar 1252 H/25 Mei 1835 M, di desa Kramat, Bangkalan, dan wafat pada Kamis 29 Ramadhan, 1343 H/23 April 1925 M. Dan dimakamkan di Desa Martajasah, Kecamatan Kota, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Tiap hari makam Syaikhona Kholil tak pernah sepi oleh peziarah dari berbagai pelosok nusantara, hal ini sebagai salah satu penanda masyarakat ingin menjadi saksi atas genealogi intelektual Syaikhona Kholil Bangkalan.