Pesantrenku, Pesantrenmu dan Pesantren Kita

JelajahPesantren.Com – Bertepatan dengan pergantian tahun 2016 ke 2017, tepat 1 Januari 2017 dinihari jelajahpesantren.com publish. Publish bertepatan pada malam pergantian tahun sebagai tetengger bahwa hidup harus selalu berganti dan berganti. Berubah, change!

Pesantren yang masih eksis dan kekinian di era digital membuktikan diri bahwa masyarakat pesantren (Pimpinan dan pengurus, santri, alumni, walisantri dan masyarakat sekitar pesantren) terus berbenah seiring perubahan zaman. Ini merupakan salah satu kunci sukses eksistensi pesantren, kemampuan berbenah dalam menghadapi perubahan. Ilmu manajemen sering membahas perubahan karena salah satu output dari pembahasan ihwal perubahan dalam ilmu manajemen adalah well managed. Hidup penuh ketidakpastian, yang pasti adalah ketidakpastian itu sendiri maka harus ada perubahan. Lentur. Konteks inilah pesantren hadir.

Sesuai dengan nama domain jelajahpesantren.com, website ini akan mengulas seputar dunia pesantren secara holistik via online dan berjelah (silaturrahim) via offline. Bergerak secara online dan offline.

Dengan visi “Menggerakkan Pesantren  sebagai Kearifan Lokal Nusantara untuk Mempererat Ikatan Persaudaraan dan Memperkokoh Kemandirian,” jelajahpesantren.com berikhtiar menjadi rujukan utama dalam memberikan informasi seputar pesantren nusantara. Untuk memperkuat ikhtiar itu misi yang ditentukan adalah dengan: Membangun Komunitas Masyarakat Pesantren; Mensinergikan keunggulan masing-masing entitas pesantren; dan  Mendorong partisipasi publik dalam mengelola sumber daya pesantren.

Eksistensi jelajahpesantren.com dengan visi dan misinya akan diuji sejauh mana tujuannya dapat dirasakan bagi masyarakat pesantren secara khusus dan masyarakat secara umum.

Adapun tujuan jelajahpesantren.com, sebagai berikut Menyediakan media informasi kepesantrenan; Menghidupkan forum silaturrahmi masyarakat pesantren; Melakukan kerjasama multi bidang antar pesantren; Memfasilitasi kegiatan gelar produk pesantren; dan Optimalisasi peran sumberdaya pesantren.

Visi, misi dan tujuan jelajahpesantren.com dikonsepsikan sebagai wujud aktualisasi rasa kepemilikan. Pesantrenku, Pesantrenmu dan Pesantren Kita. Untuk itu gerakan pun dicanangkan! Apa gerakan jelajahpesantren.com? Berikut ini jawabnya: pertama, Sambang Pesantren; kedua, Repost Tentang Pesantren di web dan sosial media jelajahpesantren.com; ketiga, Berbagi Ilmu Pengetahuan; keempat, Bakti pesantren; kelima, Berekonomi solidaritas; dan keenamnya adalah Gelar produk pesantren; serta ketujuh, Jihad sosial media (Jisme). Gerakannya pas berkuantifikasi angka 7 (tujuh), merujuk pada sebuah tujuan yang harus diikhtiarkan bersama.

Belajar dari Sejarah Pesantren Tegalsari

Nama-nama pondok pesantren dahulu dan sekarang biasanya lebih dikenal nama daerahnya (desa, dusun, kecamatan) dibandingkan dengan nama pondok pesantrennya, sebut saja pondok (pesantren) Gading, Gontor, Lirboyo, Ploso, Tebuireng, Tambak Beras, Cibereum,Cipasung, punTegalsari.

Pada awal abad ke-18, hiduplah sosok kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, sebuah desa terpencil lebih kurang 10 Km ke arah selatan kota Ponorogo, Jawa Timur. Dua buah tepian sungai, adalah sungai Keyang dan sungai Malo, mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari beraktifitas dan mendirikan pondok pesantren yang kemudian tersohor dengan sebutan Pondok Tegalsari.

Sejarah Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berbondong-bondong menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena banyaknya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain.

Jumlah santri yang begitu banyak, berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Para alumni pesantren ini banyak yang menjadi orang besar dan berjasa kepada bangsa Indonesia. Di antara mereka ada yang menjadi kyai, ulama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, negarawan, pengusaha, dan lain-lain. Sebut saja sebagai contoh, Paku Buana II atau Sunan Kumbul, penguasa Kerajaan Kartasura; Raden Ngabehi Ronggowarsito (wafat 1803), seorang Pujangga Jawa yang masyhur; dan tokoh Pergerakan Nasional H.O.S. (Hadji Oemar Said) Cokroaminoto (wafat 17 Desember 1934).

Diceritakan dalam Babad Perdikan Tegalsari bahwa latar belakang Paku Buana II nyantri di Pesantren Tegalsari. Suatu hari, tepatnya pada 30 Juni 1742 di Kerajaan Kartasura terjadi pemberontakan Cina yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi Susuhuhan Kuning, seorang Sunan keturunan Tionghoa. Serbuan yang dilakukan oleh para pemberontak itu terjadi begitu cepat dan hebat sehingga Kartasura tidak siap menghadapinya. Karenanya Paku Buana II bersama pengikutnya segera pergi dengan diam-diam meninggalkan Keraton menuju ke arah timur Gunung Lawu. Dalam pelariannya itu, Paku Buana II sampai di desa Tegalsari. Di tengah kekhawatiran dan ketakutan dari kejaran pasukan Sunan Kuning itulah kemudian Paku Buana II berserah diri kepada Kanjeng Kyai Hasan Besari. Penguasa Kartasura ini selanjutnya menjadi santri dari Kyai wara` itu; dia ditempa dan dibimbing untuk selalu bertafakkur dan bermunajat kepada Allah, Penguasa dari segala penguasa di semesta alam.

Berkat keuletan dan kesungguhannya dalam beribadah dan berdoa serta berkat keikhlasan bimbingan dan doa Kyai Besari, Allah SWT mengabulkan doa Paku Buana II. Api pemberontakan akhirnya reda. Paku Buana II kembali menduduki tahtanya. Sebagai balas budi, Sunan Paku Buana II mengambil Kyai Hasan Besari menjadi menantunya. Sejak itu nama Kyai yang alim ini dikenal dengan sebutan Yang Mulia Kanjeng Kyai Hasan Bashari (Besari). Sejak itu pula desa Tegalsari menjadi desa merdeka atau perdikan, yaitu desa istimewa yang bebas dari segala kewajiban membayar pajak kepada kerajaan.

Pasca Kyai Ageng Hasan Bashari wafat, beliau digantikan oleh putra ketujuh beliau, Kyai Hasan Yahya. Setelah Kyai Hasan Yahya digantikan oleh Kyai Bagus Hasan Bashari II. Kemudian Kyai Bagus Hasan Bashari II digantikan oleh Kyai Hasan Anom. Demikianlah Pesantren Tegalsari hidup dan berkembang dari generasi ke generasi, dari pengasuh satu ke pengasuh lain. Tetapi, pada pertengahan abad ke-19 atau pada generasi keempat keluarga Kyai Bashari, Pesantren Tegalsari mulai surut.

Alkisah, pada masa kepemimpinan Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putra seorang Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Sulaiman Jamaluddin sangat dekat dengan kyainya dan kyai pun sayang kepadanya. Maka setelah santri Sulaiman Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, beliau diambil menantu oleh Kyai dan jadilah ia Kyai muda yang sering dipercaya menggantikan Kyai untuk memimpin pesantren saat beliau berhalangan. Bahkan sang Kyai akhirnya memberikan kepercayaan kepada santri dan menantunya ini untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor. Dan sampai saat ini Pesantren Gontor eksis dengan alumni-alumni yang sukses diberbagai bidang.

Eksistensi Pondok Pesantren Gontor terkait erat dengan Pondok Pesantren Tegalsari adalah fakta sejarah. Dari pembelajaran Pesantren Tegalsari adalah spirit berubah, change. Sehingga eksistensi terjaga dari masa kemasa, dari generasi ke generasi.

Change or Die (Alan Deutschman, 2007) menjelaskan tiga kunci sukses untuk berubah. Pilihannya tidak banyak, berubah atau mati. Kalau ingin eksis harus berubah, kalau tidak mau berubah akan mati, tidak eksis. Disebutkan ada tiga kunci untuk berubah, adalah “Tiga R”. Relate, Repeat dan Reframe.

Relate, hubungan. Pemimpin harus mempunyai kepiwaian dalam membangun hubungan emosional yang intens dengan orang atau komunitasnya. Karena pemimpin sebagai sumber inspirasi dan penopang harapan orang-orang di suatu komunitas. Pemimpin harus mampu menyakinkan diri sendiri dan orang lain dalam sebuah komunitas bahwa Anda memiliki kemampuan untuk berubah. Mereka harus diyakinkan bahwa pemimpinnya mampu sebagai mitra, mentor, role models, dan sumber pengetahuan baru. Dan ini tercipta apabila terjadi hubungan emosional yang intens antara pemimpin dengan orang-orang (pengikut) di komunitasnya.

Repeat, mengulangi. Belajar, berlatih, dan menguasai kebiasaan serta keterampilan baru untuk berubah dibutuhkan banyak pengulangan dari waktu ke waktu. Pengulangan-pengulangan tersebut terus dilakukan sampai pada situasi di mana hal baru tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran dan urgensi untuk berubah menjadi lebih baik.

Reframe, membingkai. Pemimpin harus mampu membingkai harmoni hubungan emosional dengan pengikut dan pengulangan yang menjadi kesadaran untuk berubah. Bingkaian kondisi baru ini membantu pemimpin belajar cara-cara baru, berpikir tentang situasi kehidupan untuk bertindak adaptif.

Kunci sukses berbenah menghadapi perubahan, berubah, change (tiga R) untuk menjaga eksistensi pondok pesantren telah dilakukan oleh Kyai Ageng Hasan Bashari dan para pendiri, pengasuh pesantren bersama masyarakat pesantren pada eranya sehingga eksistensi pesantren terjaga sampai detik ini dan semakin dibutuhkan oleh semua. Mari kita jaga bersama eksistensi pesantrenku, pesantrenmu dan pesantren kita!

Akhirnya, wallohu ‘alam bishowab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *