Pesantren dan Tantangan Global – Bagian 2

JelajahPesantren.Com – Globalisasi artinya pudar dan hilangnya batas-batas atau teritorial Negara dalam berbagai hal seperti perekonomian, perdagangan, industri, komunikasi, informasi dan lain sebagainya. Tidak dapat dipungkiri bahwa efek dan implikasi dari globalisasi terhadap situasi riil bangsa ini sangatlah besar baik dari aspek moral maupun identitas tradisional yang menjadi andalan dan keunggulan bangsa ini yang sering dikenal dengan istilah “adat ketimuran“.

Salah satu dilema yang dihadapi masyarakat khususnya lembaga pendidikan pesantren sebagai subculture yang sedang menghadapi proses modernisasi, adalah bagaimana menempatkan nilai-nilai dan orientasi keagamannya di tengah tengah perubahan-perubahan yang terus terjadi dengan cepat dalam kehidupan sosialnya. Disatu pihak dia ingin mengikuti gerak modernisasi dan menampilkan diri sebagai masyarakat modern, tapi dilain pihak dia tetap ingin tidak kehilangan ciri-ciri kepribadiannya yang ditandai dengan berbagai nilai yang telah dianutnya.

Proses perubahan sosial yang dialami oleh suatu masyarakat atau bangsa itu, menurut KH.Mohammad Tholhah Hasan dapat dibedakan dalam dua tipe:

Pertama, karena terjadi penemuan baru (invention) didalam masyarakat tersebut, baik penemuan itu berupa gagasan idealis maupun teori dan penemuan teknis, yang kemudian dapat mengubah norma-norma sosial dan sistem nilainya.

Kedua, karena terjadi penularan atau penyebaran (deffusion) konsepsi, idea atau penemuan teknologi dari luar. Sehingga dapat mempengaruhi pandangan masyarakat, merubah sikap hidupnya menukar norma-norma sosial dan sistem nilainya (Tholhah Hasan, 2000). Mengingat tantangan-tantangan tersebut, maka fungsi suatu lembaga pendidikan termasuk pesantren adalah menumbuhkembangkan kemampuan belajar sendiri ( Learning ability ) bagi peserta didik / santrinya dalam rangka menemukan jati diri dan menyongsong masa depan.

Dari uraian tadi jelas lah bahwa perubahan sistem kehidupan adalah sebuah keniscayaan yang tidak perlu ditakuti dan bahkan dilawan akan tetapi ini adalah merupakan sebuah tantangan yang menjadikan kehidupan dinamis dan inovatif, tinggal bagaimana kita menyikapi dan menghadapi perubahan sistem kehidupan tersebut. Dalam hal perubahan sosial dan sistem kehidupan ini maka system pendidikan di pesantren harus dikemas dalam bentuk yang lebih akomodatif terhadap perubahan-perubahan tersebut. Karena itu, diskursus mengenai perubahan dan pembaharuan senantiasa penting dilakukan secara intensif baik oleh kalangan luar maupun dalam pesantren.

Untuk menyikapi perubahan-perubahan tersebut maka, pendidikan pesantren khususnya harus mampu menumbuhkembangkan sikap- sikap sebagai berikut : (1) Copyng kemampuan memahami gejala, atau fenomena, informasi, dan makna dari setiap peristiwa yang dihadapi atau dialaminya; (2) Accommodating kemampuan menerima dan mengelola hal-hal baru yang lebih baik; (3) Anticipating kemampuan mengantisipasi apa yang bakal terjadi, berdasarkan fakta, data, dan pengalaman empiris menurut kaidah-kaidah keilmuan; (4) Reorienting kemauan dan kemampuan mendefinisikan kembali atau memperbaiki orientasi,sesuai dengan tantangan zaman dan berdasarkan bukti-bukti yang ada serta alasan-alasan yang kuat; (5) Selecting kemampuan memilah dan memilih yang terbaik dan paling mungkin untuk dijalankan dan diwujudkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan; (6) Managing kemampuan mengelola dan mengendalikan, lengkap dengan kemampuan mengambil keputusan; (7) Developing kemampuan mengembangkan pelajaran dan pengalaman yang diperolehnya, sehingga menjadi cara baru yang menjadi ciri khas dalam menghadapi suatu masalah.

Untuk menjamin agar proses pendidikan Islam di pesantren dapat berjalan secara konsisten dan efektif maka dibutuhkan pemahaman terhadap ajaran Islam secara utuh dan kemampuan untuk berijtihad dalam arti kesungguhan dan kemampuan dalam menghadapi modernitas dan globalisasi yang tetap dalam panduan Iman, akhlak dan Taqwa kepada Allah SWT.

Sistem Pendidikan Transformatif di Pesantren

Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia memiliki dimensi-dimensi yang unik dan menarik hal ini dapat kita lihat dari keberhasilan pesantren dalam membentuk karakter para santri yang dapat mewarnai dalam kehidupan sosialnya ditengah-tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi. Yang lebih menarik lagi adalah proses yang demikian dapat berlangsung selama berabad-abad sejak zaman wali songo abad ke 15 dan 16 sampai sekarang dan uniknya pendidikan karakter yang ditanamkan di pesantren ternyata tidak menutup terhadap respon adaptif dan kreatif terhadap proses modernisasi dan globalisasi tanpa harus meninggalkan identitas kepribadian santri.

Transformasi budaya akan sangat berpengaruh terhadap mindset pola pikir masyarakat yang menimbulkan perubahan orientasi dalam kehidupan dan kebutuhannya. Oleh karenanya sistem pendidikan transformatif di pesantren sangat dibutuhkan bukan hanya dari aspek agama ansich tetapi juga berorientasi pada iptek dan life skill bila perlu vocational skill, sehingga dengan demikian santri lulusan pesantren mampu berkiprah dan berkompetisi dalam kehidupan global.

Berbicara tentang sistem pendidikan di pesantren ada beberapa bagian yang setidaknya ingin kita bahas dalam tulisan ini :

Pertama, Kurikulum, yang dimaksud disini adalah seluruh rangkaian kegiatan yang disusun secara sistemik (sesuai dengan kondisi) dan sistematis didasarkan pada nilai-nilai spiritual guna mencapai tujuan pendidikan di pesantren. Adapun program dan unit pendidikan di pesantren bisa dikategorikan ke dalam 4 bidang pendidikan dan 1 bidang pengembangan dan ketrampilan: (1) Program pendidikan Madrasah; (2) Program pendidikan pesantren; (3) Program pendidikan Ibadah; (4) Program pendidikan Al-Quran; dan (5) Program pendidkan pengembangan atau ketrampilan.

Program pendidikan Madrasah di pesantren, pendidikan Madrasah yang dimaksud disini adalah suatu program pendidikan yang dilaksanakan oleh pesantren dengan menggunakan sistem klasikal dan berjenjang mulai dari tingkat persiapan, ula, wustha, ulya dan Ma’had al ‘Ali, sedangkan kurikulum disusun dan dirancang oleh pesantren sendiri. Ataupun program pendidikan yang mengikuti kurikulum pemerintah (Diknas ataupun Kemenag) mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.

Program pendidikan pesantren artinya program kegiatan yang disusun oleh pesantren di luar jam Madrasah Diniyah maupun jam sekolah Formal. Biasanya program ini disusun sesuai dengan harian,mingguan, bulanan bahkan mungkin program Tahunan yang disesuaikan dengan kecenderungan atau penekanan di pesantren.

Program pendidikan Ibadah artinya kegiatan-kegiatan peribadatan yang dilakukan di pesantren sehari-hari dalam bimbingan kiai atau guru-guru yang lain.

Pendidikan Al-Quran artinya kegiatan rutin untuk mengaji Al-Quran baik dari aspek bacaan dengan kaidah-kaidah tajwid yang benar (Mujawwad) maupun aspek pemahaman.

Untuk program pendidikan pengembangan atau ketrampilan diberikan kepada santri dalam rangka untuk mengembangkan minat dan bakat santri. Yang meliputi: pendidikan kesenian,olahraga dan kesehatan, ketrampilan dan enterpreunership (kewirausahaan), dan pendidikan kemasyarakatan.

Terkait dengan masalah kurikulum ini tidak ada salahnya kalau kita mencoba untuk mengintip pendapat dari seorang ahli sejarah Islam yakni Ibnu Khaldun untuk dijadikan sebagai landasan berpikir dalam upaya pengembangan dan restrukturisasi kurikulum di pesantren. Menurut Ibnu Khaldun, ada tiga kategori kurikulum yang perlu diajarkan kepada peserta didik. Pertama, kurikulum yang merupakan alat bantu pemahaman. Kurikulum ini mencakup ilmu bahasa, ilmu nahwu, ilmu balaghah, dan syariat. Kedua, kurikulum sekunder, yaitu kurikulum yang menjadi pendukung untuk memahami Islam. Kurikulum ini meliputi ilmu-ilmu hikmah falsafi, seperti logika, fisika, metafisika, dan matematika, yang tergolong dalam al ‘ulum al ‘aqliyah. Ketiga, kurikulum primer, yaitu kurikulum yang menjadi inti ajaran Islam. Kurikulum ini meliputi semua bidang al ‘ulum al naqliyah, seperti ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu qiraat, ilmu ushul fiqh dan fiqh, ilmu kalam, tasawuf, dan lain-lain. (Toto Suharto, 2011 : 248)

Kedua, Sistem Manajemen pesantren, catatan yang tidak kalah penting dari pesantren adalah aspek yang bersinggungan dengan manajemen pendidikan pesantren. Sebab proses keberhasilan dalam sebuah sistem pendidikan Islam khususnya di pesantren juga sangat dipengaruhi oleh penataan manajerialnya. Oleh karenanya tidak heran kalau dikatakan bahwa

الحق بلا نظام يغلبه الباطل بالنظام

Sebuah sistem kerja konstruktif yang tidak terkendali secara manajerial bisa dikalahkan oleh sistem kerja destruktif yang manajerialnya tertata rapi.

Prinsip dalam pengembangan sistem manajemen di pesantren dengan menggunakan kaidah yang sudah tidak asing lagi bagi pesantren :

المحافظة علي قديم الصالح و الاخذ بالجديد الاصلاح

Membina budaya-budaya klasik yang baik dan terus menggali budaya-budaya baru (modern) yang lebih konstrutif ). Kaidah ini memberikan legalitas yang kuat atas segala upaya yang dilakukan oleh pesantren dalam mengembangkan dan merespon tantangan-tantangan globalisasi dan modernisasi.

Manajemen di sini diartikan sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik dan komprehensif atau suatu rangkaian aktifitas yang disusun untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan oleh pesantren. Adapun plikasi manajemen pesantren meliputi: Planning artinya proses aktivitas pemikiran dan penentuan skala prioritas yang harus dilaksanakan sebelum melaksanakan tindakan dalam rangka mencapai tujuan. Organizing artinya proses penyusunan organisasi sesuai dengan tujuan, sumber-sumber dan lingkungan. Bentuk kegiatan ini tersusunnya struktur organisasi sesuai dengan bidang masing-masing dan kebutuhan pesantren. Motivating artinya proses kegiatan untuk membina dan sekaligus memberikan dorongan semangat kerja untuk mencapai tujuan. Controlling artinya kegiatan dalam rangka pengawasan,penyempurnaan dan penilaian langkah untuk memastikan tujuan dapat tercapai sebagaimana mestinya. Evaluating artinya kegiatan mengukur taraf keberhasilan program yang dilakukan.

Ketiga, tenaga pendidik, artinya Pendidik adalah seorang professional dengan tiga syarat: memiliki pengetahuan lebih, mengimplisitkan nilai dalam pengetahuannya itu, dan bersedia mentransfer pengetahuan beserta nilainya kepada peserta didik. Sedangkan dalam konteks pesantren pendidik adalah para ustadz atau tenaga pembimbing santri yang membantu tugas kiai dalam melaksanakan proses kegiatan pendidikan yaumiyah di pesantren. Tidak ada persyaratan khusus dalam perekrutan tenaga pendidik di pesantren biasanya tenaga pendidik di ambil dari santri-santri senior yang sudah menyelesaikan program pendidikan Madrasah di pesantren dan memiliki kapabilitas dan integritas yang cukup, khususnya dalam bidang ilmu, sikap dan akhlak serta memiliki jiwa pengabdian yang tinggi juga menguasai ketrampilan baca kitab gundul. Adapun pertimbangan lain untuk mengembangkan kemampuan dan profesionalisme para Asatidz, pesantren juga mengikuti program-program yang diselenggarakan pemerintah seperti beasiswa sarjana S1 maupun S2 dari Kemenag untuk guru-guru Madrasah diniyah Salafiyah, selain itu  juga melalui program-program lain seperti mengikuti seminar, pelatihan, baik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintahan maupun organisasi keagamaan dan juga oleh pesantren sendiri. Dengan demikian pesantren diharapkan mampu mengambil langkah-langkah strategis dalam menghadapi tantangan globalisasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *