Balaghah: Fungsi Kata yang “Hadir” (3-Habis)

JelajahPesantren.Com – Balaghah: Fungsi Kata yang “Hadir” (Studi Tentang Yusuf-Zulaikha dalam sebuah Penggalan Ayat Al-Quran Surat Yusuf Ayat 23). Di antara struktur Musnad Ilain disamping kata yang “tak hadir” adalah kata yang “hadir” inilah segi kedua dari keterbentukan Musnad Ilaih. Seperti kata yang “tak hadir”, struktur Musnad Ilaih berupa kata yang “hadir” juga mempunyai tujuan atau pertimbangan. Di antara pertimbangan dan tujuan tersebut adalah ziyadahtaqrir (penetapan/pengukuhan secara penuh). Taqrir ini katanya berupa isim makrifat yang terdiri dari mausul. Makrifat adalah benda atau sebuah nama dan atau sesuatu yang sudah lumrah diketahui. Sedangkan mausul adalah kelompok kata yang khusus yang membutuhkan media (kata) yang menyambungkanya untuk dapat dipahami. Artinya, mausul ini sebuah kata yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa ada silah (sambungan).

Dalam mendatangkan contoh di atas, menarik apa yang diredaksikan di dalam Al-Quran ketika berbicara tentang kasus salah seorang utusan (rasul) Allah s.w.t., yaitu Nabi Yusuf a.s. di dalam Al-Quran dalam surat Yusuf penggalan ayat 23 yang berbunyi وَرَاوَدَتْهُ الَّتِيْ هُوَ فِيْ بَيْتِهَا, artinya ” dan wanita itu merayu Yusuf di mana Yusuf tinggal di rumah wanita tersebut”.

Redaksi ayat di atas kata الَّتِيْ mengganti kataزليخا أوراعيل (Zilaikha Awra’il). Zulaikha, sebagaimana banyak terekam dalam catatan sejarah adalah ibu angkat yang merawat Yusuf a.s. setelah Yusuf dibeli dari pasar budak dari salah seorang saudagar. Saudagar tersebut menemukan Yusuf di dalam sumur. Yusuf dilempar ke sumur oleh saudara-saudaranya karena bentuk iri mereka kepada Yusuf, sebab Yusuf oleh Ya’qub (bapak Yusuf) diprediksi bakal menjadi orang penting salah satu petinggi kerajaan Mesir kelak. Di pasar budak Yusuf di beli oleh Perdana Menteri Kitrir al-Aziz, suami dari Zulaikha.

Tumbuh menjadi anak yang manis, sehat, lucu, dan gemes menarik Zulaikha untuk mengangkatnya sebagai anak di Istananya. Setiap hari Zulaikha merawat dan membesarkan Yusuf kecil di istananya, semakin hari perkembangan Yusuf semakin mempesona, seri wajahnya serta bentuk tubuhnya mendekati sempurna. Seiring berjalannya waktu, sifat kererupawanan Yusuf benar-benar menarik tabiat kewanitaan Zulaikha. Pesona dari kerupawanan Yusuf ini oleh Al-Quran dalam menggambarkan ketakjuban wanita zaman itu diredaksikan bahwa Yusuf bukan dari kalangan manusia, Yusuf datang dari alam malaikat.

Zulaikha sudah benar-benar terpikat oleh ketampanan Yusuf, rasa ketertarikannya menguburkan akal sehat serta segala status yang melekat pada dirinya. Zulaikha sudah tidak peduli lagi dengan status apapun yang sedang disandangnya, baik sebagai seorang permaisuri, terlebih lagi sebagai seorang ibu yang terpenting ia bisa selalu berduaan dengan impian hati dan khayalan perasaannya. Suatu hari, ketika keadaan istana sedang lengan, sepi, dan semua warga istana sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, Zulaikha bermaksud hendak menumpahkan segala gemuruh rindu dendamnya yang membuncah. Inilah kesempatan emas baginya.

Maka dipanggilah Yusuf menghadap ke hadapannya, di sebuah kamar khusus, sebuah kamar yang jauh-jauh hari sudah dipersiapkan oleh dirinya untuk menunggu suasana ini. Yusuf menghadapnya sebagai seorang anak menghadap orang tuanya. Yusuf terperanjat, kaget dan tidak percaya melihat ibu yang selama ini merawat dan membesarkannya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, dengan pakaian tipis, manja, merayu dan menggoda Yusuf dengan penuh kesungguhan layaknya seorang kekasih yang meminta belas kasih supaya ditunaikan keinginannya.

Yusuf bergeming, ia menolak segala rayuan serta cumbuan Zulaikha, yang ada di benak Yusuf hanya Allah, ia takut akan azab yang diterimanya jika dirinya menuruti keinginan Zulaikha. Yusuf tidak tahan lagi di kamar itu dengan rayuan Zulaikha, ia berteriak dan berlari kabur dari ruang kamar Zulaikha. Zulaikha tidak tinggal diam, ia terus merayu dan menarik Yusuf dengan segala kekuatan tenaganya. Kegaduhan dikamar tersebut akhirnya didengar oleh orang-orang di luar. Mereka berdatangan menghampiri sumber kegaduhan. Di sini, secara persepsi menurut kebiasaan umum Yusuf layak sebagai yang tertuduh.

Pertama adalah, Yusuf seorang anak lelaki yang sudah tumbuh dewasa. Umumnya lelaki adalah makhluk yang mudah menumpahkan perasaan, kemauan, dan kesukaannya (cintanya). Kedua, Zulaikha adalah seorang istri petinggi kerajaan (permaisuri). Status itu tidak memungkinkan baginya menabrak norma kesopanan dan kepatutan, atau berbuat yang menyimpang dan melewati batas, lebih lagi berbuat cabul. Ketiga, ini alasan yang menguatkan posisi Zulaikha yang menghindarkan dirinya dari tuduhan. Yaitu, Zulaikha adalah ibu yang merawat dan membesarkan Yusuf, maka sungguh suatu hal yang mustahil apabila seorang ibu tega merayu dan mengambil anaknya sebagai seorang kekasih. Sebab jika ini terjadi, maka ada yang tidak beres dalam diri seorang ibu.

Barangkali inilah alasan Al-Quran mendatangkan redaksi penggalan ayat di atas ketika bercerita tentang kisah Yusuf. Al-Quran tidak menggunakan redaksi dengan kata yang langsung menyebut sebuah nama (Zulaikha). Sebab apabila redaksi ayat di atas menyebut nama maka bisa mungkin ketiga alasan tersebut menjadi benar dan yang salah adalah Yusuf. Karena sebuah nama mengandaikan sebuah status yang melekat padanya. Tetapi Al-Quran mendatangkan kata mausul الَّتِيْ , secara bentuk ia makrifat, artinya kata yang khusus digunakan untuk yang bermakna wanita. Memang secara konteks kita tahu, bahwa isi dari kata الَّتِيْ adalah Zulaikha, namun secara penciptaan serta akal budi hal itu – di mana Zulaikha merayu-rayu Yusuf –  bisa saja benar terjadi, itu karena Zulaikha adalah wanita. Inilah yang disoroti oleh Al-Quran, yaitu sifat makhluk kewanitaannya.

Dengan menghadirkan kata wanita dan bukan langsung mendatangkan kata nama, maka Al-Quran hendak menegaskan bahwa Yusuf tidak bersalah, Zulaikhalah yang khilaf, ia telah terbawa oleh sifat alamiah kewanitaannya sehingga ia lupa dengan segala status yang melekat pada dirinya. Ia sudah hilang sifat kemaluannya sehingga berbuat yang tidak sepantasnya. Allohu A’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *