Syahiduz Zaman (Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Sedang studi doktoral Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya)

Falsifiabilitas dan Surat Luqman Ayat 27: Bagaimana Konsep Ini Memengaruhi Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan?

JelajahPesantren.Com – Salah satu prinsip utama dalam filsafat ilmu yang dikemukakan oleh Karl Popper (1902-1994) (https://id.wikipedia.org/wiki/Karl_Popper) adalah falsifiabilitas, yang menyatakan bahwa suatu teori ilmiah harus dapat diuji dan dibantah. Falsifiabilitas telah menjadi landasan dalam metode ilmiah dan berkontribusi pada pertumbuhan ilmu pengetahuan. Dalam tulisan ini, saya akan mengaitkan konsep falsifiabilitas dengan ajaran Islam mengenai pertumbuhan ilmu pengetahuan, dengan merujuk pada Surat Luqman ayat 27.

Syahiduz Zaman (Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Sedang studi doktoral Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya)
Syahiduz Zaman (Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Sedang studi doktoral Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya)

Popper berpendapat bahwa kemajuan ilmu pengetahuan terjadi melalui proses kritis, di mana teori-teori yang ada diuji dan dibantah untuk memberi jalan bagi pemikiran dan penemuan baru. Prinsip ini mengakui keterbatasan pengetahuan manusia dan menghargai proses pencarian kebenaran yang terus menerus. Dalam konteks ini, falsifiabilitas mengajarkan kita untuk selalu bersikap rendah hati terhadap pengetahuan yang kita miliki dan terbuka terhadap kemungkinan kesalahan.

Ajaran Islam juga menekankan pentingnya pencarian ilmu dan pertumbuhan pengetahuan. Al-Quran, sebagai kitab suci umat Islam, mengandung banyak ayat yang mengajak manusia untuk belajar dan mengeksplorasi alam semesta. Salah satu ayat yang mencerminkan pandangan ini adalah Surat Luqman ayat 27, yang menggambarkan kedalaman dan kekayaan pengetahuan Allah: “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”

Ayat ini mengajarkan kita bahwa pengetahuan Allah tidak terbatas, dan manusia harus terus berusaha untuk memahami dan mengeksplorasi kebenaran yang ada di dunia ini. Dalam konteks falsifiabilitas, ayat ini dapat diartikan sebagai dorongan untuk selalu menggali pengetahuan lebih dalam dan menghargai proses kritis yang terlibat dalam pencarian kebenaran.

Seperti prinsip falsifiabilitas, ajaran Islam mendorong umatnya untuk mengkritisi dan menilai kembali pemikiran yang ada demi mencapai pemahaman yang lebih baik tentang kebenaran. Proses kritis ini penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang pada gilirannya dapat membawa manfaat bagi umat manusia.

Selain itu, ajaran Islam mengajarkan bahwa pengetahuan adalah amanah dari Allah yang harus digunakan untuk kebaikan. Dalam konteks falsifiabilitas, ini berarti bahwa ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses kritis harus digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi semua. Falsifiabilitas dan ajaran Islam keduanya menekankan pentingnya etika dalam pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan, serta tanggung jawab manusia untuk menggunakan pengetahuan dengan bijaksana dan adil.

Penting untuk dicatat bahwa, meskipun ajaran Islam dan falsifiabilitas sama-sama menghargai pencarian ilmu dan proses kritis, keduanya juga mengakui bahwa ada batasan dalam kemampuan manusia untuk memahami kebenaran. Surat Luqman ayat 27 mengajarkan kita bahwa pengetahuan Allah tidak terbatas, dan kita harus menyadari keterbatasan pengetahuan kita sebagai manusia.

Mengakui keterbatasan pengetahuan ini adalah penting dalam menjaga sikap rendah hati dan terbuka terhadap penemuan baru. Falsifiabilitas, dalam hal ini, mengajarkan kita untuk tidak menganggap teori-teori yang ada sebagai kebenaran mutlak, tetapi sebagai pemahaman sementara yang selalu dapat diperbaiki dan diperluas.

Kesimpulan

Prinsip falsifiabilitas yang dikemukakan oleh Karl Popper dan ajaran Islam tentang pertumbuhan ilmu pengetahuan saling melengkapi dan mengajarkan kita pentingnya proses kritis, etika, dan kerendahan hati dalam pencarian kebenaran. Surat Luqman ayat 27 mengingatkan kita akan kedalaman dan kekayaan pengetahuan yang tak terbatas, serta kewajiban kita sebagai manusia untuk terus belajar, mengeksplorasi, dan menghargai proses pencarian ilmu. Dengan menggabungkan prinsip falsifiabilitas dan ajaran Islam, kita dapat mencapai pemahaman yang lebih baik tentang dunia ini dan menggunakan pengetahuan yang diperoleh untuk kebaikan umat manusia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *