Inner Simplicity

JelajahPesantren.Com  – Sungguh kehidupan ini menyuguhkan berlimpah kebahagiaan, jika saja kita mampu menyederhanakan segala hal ( VQ ).

“Mari kita ajarkan anak-anak kita hidup sederhana. Jika kelak mereka hidup sederhana, mereka akan bersabar. Sedangkan jika kehidupan membuat mereka berkecukupan, maka mereka akan bersyukur”. Begitulah pesan Sayyidina Ali.

Kehidupan modern yang penuh dengan hiruk pikuk ini, sesungguhnya akarnya adalah berbagai keinginan manusia. Keinginan inilah yang menjadi sumber suka duka manusia. Ketika keinginan kita tidak kita sikapi dengan berpikir sederhana, maka masalah pun akan semakin rumit. Namun jika berbagai keinginan-keinginan kita sederhanakan, maka hidup akan semakin mudah. Contoh: Jika saya ingin menulis setiap hari, maka saya pun menulis!. Kuncinya, Berpikir sederhana, lalu bertindak dengan luar biasa.

Kita tidak bahagia karena kita tidak menyederhanakan segala urusan kita. Contoh konkrit. Biasanya jika kita dilanda masalah, maka yang muncul di benak kita adalah kemungkinan paling buruk. Padahal yang terjadi sering kali tidak se-ekstrim yang kita pikirkan. Pada hakikatnya, kita hanya menikmati aneka peristiwa yang berada di rongga dada. Jika hati kita seluas samudra, maka berbagai masalah itu hanya laksana buih di tepi pantai, yang akan segera sirna diterpa gelombang semangat dari samudra jiwa kita.

Agama mengajarkan kepada kita untuk menyikapi hidup ini secara sederhana dalam berbagai hal. Termasuk dalam hal makan, minum serta berpakaian kita dilarang berlebihan. Sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam QS Al A’raf [6]: 31,” Wahai anak cucu adam, pakailah busana indahmu di setiap masjid, makan dan minumlah namun jangan berlebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai mereka yang berlebihan.”

Lawan dari sederhana adalah berlebihan. Ketika kita merespon segala hal dengan sikap sederhana, maka segalanya menjadi ringan. Namun jika segala hal kita sikapi dengan berlebihan (mendramatisir), maka hal sepele pun akan tampak menjadi besar dan semakin ruwet. Bahkan di dalam ibadah sekalipun kita tidak boleh berlebihan (baca QS. 6:41). Sikap tengah-tengah inilah yang menjadikan kita lebih istikomah dalam segala hal. Contoh, dalam menyikapi harta kita dibimbing oleh Allah untuk tidak bakhil dan tidak pula menjadi boros (baca QS. Al Isra ayat 29 ).

Banyak orang melakukan yoga, meditasi atau apa pun aktivitas yang bisa menenangkan jiwa. Dan tentu saja hal itu baik sekali untuk dilakukan, namun sebenarnya kita bisa mendatangkan kebahagiaan secara sederhana dan dengan penuh kesadaran, yaitu dengan bersikap sederhana. Rasulullah SAW adalah seorang tokoh pemimpin agama dan sekaligus pemimpin pemerintahan. Namun, dalam banyak riwayat, beliau disebutkan masih sering bermain-main dengan para cucunya. Beliau menjahit sendiri pakaiannya yang sobek, dan menyambung sendiri sandalnya yang putus. Beliau menyerukan untuk mempermudah dan tidak mempersulit urusan dan beliau menyuruh memberi kabar gembira dan bukan malah membuat orang lain lari. Sebagaimana sabda beliau,” yassiruu wala tuassiruu, bashyiruu wala tunaffiruu.”

Adalah Mahatma Gandhi tokoh revolusioner India, konon ketika ditanya oleh para wartawan tentang kenapa dia naik kereta kelas ekonomi? Beliau menjawab, “Karena tidak ada yang tarifnya di bawah kelas ini.”

Kesederhanaan akan sangat mendekatkan pada kebahagiaan. Lihatlah anak-anak kecil, mereka sangat polos dan sederhana sekali dalam menyikapi hidup ini, sehingga mereka bisa mendapatkan kegembiraan dari hal-hal kecil yang menurut kita sangat remeh. Anak-anak kecil bisa bercandaria di kamar mandi, ditempat tidur, atau di manapun karena bagi mereka hidup ini hanya bermain dan bermain.

Namun kenapa setelah beranjak besar dan dewasa, manusia tampak semakin jauh dari kebahagiaan? Jawabnya sederhana. Yaitu karena kita mulai tidak menyederhanakan sikap kita.  Kita tidak menyederhanakan keinginan kita. Yah…kita tidak menyikapi hidup secara sederhana, dan malah berlebihan, sehingga mubadzir. Padahal memubadzirkan apa pun itu termasuk kawan-kawannya setan (QS. 17: 27).

Sikap sederhana menjadikan segalanya efisien. Kita tidak perlu membuang-buang waktu dan energi berlebihan. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mempersoalkan hal-hal yang sebenarnya sepele. Mengumpulkan hal-hal yang sebenarnya tidak berguna. Lihatlah ke laci almari anda, lihatlah apa yang berada diatas meja anda, apakah semua benda yang berada disana penting bagi Anda?

Jangan pernah mengira bahwa sikap sederhana ini sepele dan remeh. Ini justru sikap yang luar biasa dampaknya.

Coba anda bayangkan jika ada orang punya prinsip berikut ini:

Bagiku hidup ini sederhana, Ketika aku jatuh, maka aku bangun lagi.

Jika aku sakit, aku istirahat dan berobat.

Jika aku salah, aku minta maaf dan aku perbaiki.

Jika aku gagal, aku bangkit dan mencoba lagi dengan cara yang lebih baik.

Jika kau bahagia, aku akan ikut bahagia. Namun…

Jika kau sedih aku akan menghiburmu.

Sikap sederhana hanya bisa kita lakukan jika hati dan pikiran kita baik. Jika kita berada dipihak kebaikan dan kebenaran, maka segalanya bisa kita sikapi dengan sederhana. Namun, jika kita tidak bersekutu dengan kebaikan dan kebenaran, maka sikap sederhana akan semakin sulit kita lakukan. Karena jika kita tidak berada diwilayah kebaikan dan kebenaran, maka jiwa kita tidak akan pernah bebas dari rasa rakut. Dan hal ini memicu sikap berlebihan. Ya…hanya orang yang berada dalam kebenaranlah yang benar-benar bebas. Hanya orang yang berada dalam kebaikan dan kebenaranlah yang bisa bersikap wajar.

Puncak intelektual seseorang dapat diukur dari kepiawaian dia dalam berpikir, berbicara,dan secara sederhana. Orang-orang  hebat selalu mampu menyederhanakan segala yang rumit, sementara orang biasa memperuwet hal-hal yang sebenarnya mudah. Presiden RI pertama, Ir. Soekarno pernah berkata.” tiap-tiap orang besar selalu menempatkan dirinya pada yang paling sederhana”.

Anda tentunya juga masih sangat ingat kata-kata yang sangat biasa diucapkan oleh Presiden RI ke 4 KH. Abd. Rahman Wachid atau biasa disapa akrab dengan Gus Dur. Beliau selalu melihat segala persolan dengan sudut pandang yang mudah, Beliau selalu berkata,” Ah…, Gitu Aja Kok Repot!” kata-kata ini menunjukkan beliau selalu berpikir sederhana walaupun pemikiran beliau sangat tidak sederhana. Dari contoh orang-orang besar yang saya kemukakan memang bisa ditari benang merah bahwa mereka berpikir secara sederhana namun tindakan mereka sangat luar biasa.

Abert Einstein bahkan secara tegas pernah juga berkata,” jika Anda belum bisa menyederhanakan, berarti Anda belum paham.

Hidup ini sesungguhnya mudah, kecuali jika kita membuatnya menjadi rumit.  Dan ingat hanya kebaikan yang bisa membuat sikap kita sederhana. Dan hanya sikap sederhanalah yang membuat kita tetap dalam kebaikan. Wallahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *