Kemuliaan

JelajahPesantren.Com  –  Pendidikan Jika Anda menjadi yang terbaik, Anda akan menjadi nomor satu. Namun, jika Anda menjadi yang berbeda dan unik, Anda akan menjadi satu-satunya. -Quote-

Rakyat jelata biasa memanggil para raja mereka  dengan sebutan; Paduka yang Mulia. Para Hakim juga biasa dipanggil dengan sebutan ini. Kata yang mulia rupanya memang disematkan pada orang-orang pilihan yang memiliki martabat  yang tinggi. Padahal sesungguhnya, Allah swt. sudah memuliakan setiap makhluk bernama manusia ini. Karena itulah dalam Al-Quran maupun hadis banyak seruan untuk menghormati manusia, dan juga banyak larangan menghinanya. Terhadap kemuliaan yang dianugerahkan oleh Allah ini, kebanyakan manusia hanya ditugaskan untuk menjaganya. Ketidakmampuan menjaga kemuliaan inilah yang menjerumuskan manusia pada derajat hina yaitu ke level binatang bahkan lebih rendah darinya.

Jika ditelusuri lebih mendalam, sebenarnya tujuan berbagai upaya manusia ujung-ujungnya adalah untuk memperjuangkan kemuliaan dirinya. Apa pun yang dimiliki seseorang, menjadi tidak berharga jika yang bersangkutan terjatuh pada derajat yang hina dina. Untuk mendapatkan kemuliaan ini, banyak manusia yang berupaya dengan susah payah membanting tulang alias berjuang mati-matian demi mengejar kepemilikan harta dan jabatan . Mereka mengira harta dan pangkatlah yang menjadikannya mulia. Ada pula yang berangkapan bahwa kemuliaan itu karena keturunan.

Dengan harta, jabatan, ataupun keturunan, manusia memang bisa menjadikan mulia. Namun, semua itu juga bisa  menjadikannya hina jika tidak memiliki akhlak yang agung.

Agama tidak menyandarkan kemuliaan seseorang pada jabatan, keturunan, ataupun harta kekayaan. Kemuliaan seseorang, terutama dimata Allah swt, sangat bergantung pada tingkat ketakwaannya kepada Tuhan yang maha kuasa.

Tidak ada rumus yang sangat baku untuk menjadi mulia. Hanya Al-Quran lah, kitab suci yang secara tegas menggariskan bahwa indikator orang mulia adalah berbasis ketakwaannya. Namun demikian, ada seorang filsuf yang berpendapat bahwa  seseorang atau sesuatu bisa menjadi mulia atau dikatakan sebagai mulia karena tiga hal berikut ini:

Pertama: berguna. Semakin besar kegunaan sesuatu maka semakin mulia sesuatu itu. Semakin seseorang dibutuhkan oleh sebanyak-banyaknya orang, maka dia semakin mulia. Di negeri ini semua orang membutuhkan presiden, karena itulah presiden merupakan sosok yang mulia. Kita semua membutuhkan ulama, sehingga kedudukan ulama juga menjadi sangat mulia.

Kedua: Unik. Segala yang mulia memiliki keunikannya masing-masing. Keunikannya ini menjadikan sesuatu yang mulia bersifat langka. Ada adagium yang menyebutkan;

Jika Anda menjadi yang terbaik,  Anda akan menjadi nomor satu. Namun jika Anda unik atau berbeda,  maka Anda akan menjadi satu-satunya. Jangankan ada manusia, bahkan,  jika keunikan ada pada benda-benda sehingga menjadi langka, menjadi mahallah harganya.

Di manapun kita bisa menemukan batu, karena itu batu tidak begitu mahal harganya. Namun Bebatuan tertentu yang unik, berharga sangat mahal, contohnya: batu permata. Logam-logam tertentu juga berstatus logam mulia karena kelangkaannya.

Ketiga, sulit dijangkau.  Raja ataupun ratu adalah contoh orang-orang mulia dimata manusia, dan faktanya tidak setiap orang dan tidak pula setiap waktu, seseorang bisa se-enaknya bertemu dengan raja ataupun ratu. Anda mungkin sudah pernah mendengar atau membaca sebuah kisah bahwa suatu ketika ada seseorang berkebangsaan Inggris mendebat seorang muslimat intelek. Orang Inggris tersebut semula berpendapat, “Islam adalah agama yang diskriminatif dan primitif. Islam adalah agama yang tidak menghormati kesetaraan gender”. Mendengar hal tersebut, muslimat cerdas itu pun berkata, “Apakah di negara Anda semua orang di setiap waktu bisa bertemu dan berjabat tangan dengan Ratu Elizabeth?”. Laki-laki itu menjawab,” waah. Beliau orang yang sangat mulia, karena itu tidak semua orang bisa bertemu apalagi berjabat tangan dengan beliau”. Dengan tenang Sang Muslimah berkata lagi,” begitulah Islam memperlakukan wanita. Islam sangat memuliakan kaum hawa bak ratu. Karena itulah tidak semua orang bisa menemui apalagi berjabat tangan dengannya”.

Istri kita sangat mulia, karenanya, kita melindunginya, mencintainya, dan juga mencurahkan perhatian kepadanya. Istri kita tentu tidak boleh dijamah oleh orang lain. Berbeda dengan pelacur, siapa pun asalkan bisa membayar, bisa menjamahnya. Para pelacur sangat miskin dari kemuliaan, karena mereka mudah dijamah, mudah dijangkau oleh orang lain. Hal ini perlu kita sampaikan kepada anak-anak kita yang berada di pesantren. Para santri terlebih santri putri akan terjaga, akan sulit dijangkau orang-orang berwatak “jahat” karena memang para santri disiapkan untuk menjadi orang-orang mulia.

Kemuliaan adalah nikmat besar dari Allah swt. Wajib bagi kita untuk menjaganya. Ingatlah bahwa kunci bertahannya nikmat adalah dengan menjaganya. Sebagai contoh, gigi adalah nikmat.  Lihatlah, apa yang akan terjadi jika tidak kita rawat?”. Menjaga kemuliaan diri (izzatinnafs) adalah bagian dari akhlak yang mulia.

Perlu diingat pula, menjaga kemuliaan diri, tidak sama dengan gila hormat. Sebab orang gila hormat selalu menuntut orang lain agar menghormatinya. Dia tidak sadar, penghormatan itu datangnya dari Allah swt.

Dan dalam Alquran juga ditegaskan dengan kalimat: Yarfa’illah: Allah yang mengangkat derajat atau kemuliaan. Artinya, tugas memuliakan diri kita adalah tugas Allah bukan tugas kita. Tidak sepatutnya bagi kita untuk meninggi-ninggikan diri kita sendiri.

Orang yang menjaga kemuliaan dirinya akan mendapat kehormatan. Sebaliknya, orang yang tidak mau menjaga kemuliaan dirinya, biasanya cenderung akan berlaku seenaknya. Sehingga dia juga diperlakukan seenaknya pula. Pada akhirnya, dia akan menjadi remeh dan diremehkan. Jadi ingat kata guru saya,” jika engkau emas, jangan berperilaku seperti kuningan. Sebab,  orang akan menghargaimu seperti kuningan pula. Wallahua’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *