Syahiduz Zaman (Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Sedang studi doktoral Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya)

Menerapkan Manajemen Strategis Berlandaskan Nilai Ketakwaan Berbasis Surat Ali Imran Ayat 133-134: Mewujudkan Organisasi Unggul dan Bertakwa

JelajahPesantren.Com – Surat Ali Imran ayat 133-134 mengajarkan pesan penting mengenai nilai ketakwaan yang bisa diterapkan dalam manajemen strategis sebuah organisasi. Berikut bunyi ayat tersebut:

“133. Dan bersegeralah kamu menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seperti langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,”

“134. (Yaitu) orang-orang yang mengeluarkan harta, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”

Dalam konteks manajemen strategis, Surat Ali Imran ayat 133-134 menekankan kepentingan mengadopsi nilai-nilai ketakwaan guna meningkatkan keunggulan kompetitif organisasi. Terdapat tiga konsep ketakwaan yang diungkap dalam ayat ini:

(1) Berinfak dalam segala keadaan:

Menurut Ibnu Kathir dan al-Maraghi, berinfak dalam keadaan lapang dan sempit mencerminkan kemampuan seseorang untuk berinfaq dengan ikhlas dan tanggung jawab dalam keadaan baik maupun buruk. Dalam manajemen strategis, berinfak dapat diartikan sebagai investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, teknologi, dan inovasi. Organisasi yang efisien dan efektif mengalokasikan sumber dayanya dalam berbagai kondisi akan memiliki daya saing yang lebih baik di pasar. Oleh karena itu, organisasi harus fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan pengembangan serta mengadopsi teknologi terbaru yang relevan dengan industri mereka.

(2) Menahan amarah:

Surat Ali Imran ayat 134 juga menegaskan pentingnya menahan amarah dalam interaksi sosial dan profesional. Menurut Ibnu Kathir, menahan amarah mencerminkan kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi dan tidak melampiaskan kemarahan. Dalam dunia bisnis, kemampuan untuk menahan amarah dan mengendalikan emosi merupakan kunci dalam menjaga hubungan yang harmonis antara karyawan dan pemangku kepentingan lainnya. Organisasi yang mampu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, di mana karyawan dapat bekerja dengan tenang dan fokus, akan lebih mampu mencapai tujuan bisnis mereka. Oleh karena itu, manajemen perlu mengembangkan strategi komunikasi yang efektif untuk menangani konflik dan menjaga moral karyawan tetap tinggi. Organisasi yang berhasil mengendalikan emosi dan memaafkan kesalahan akan dikenal sebagai perusahaan yang memiliki budaya kerja yang sehat dan kondusif, sehingga lebih mudah untuk menarik dan mempertahankan talenta berkualitas.

Syahiduz Zaman (Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Sedang studi doktoral Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya)
Syahiduz Zaman (Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Sedang studi doktoral Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya)

(3) Memaafkan sesama:

Menurut al-Maraghi dan Ibnu Kathir, memaafkan sesama merupakan tingkatan penguasaan diri yang jarang dilakukan oleh banyak orang. Organisasi yang mampu memaafkan kesalahan dan membalasnya dengan perbuatan baik akan menciptakan lingkungan kerja yang harmonis, mengurangi konflik internal, dan meningkatkan retensi serta loyalitas karyawan. Kemampuan untuk memaafkan kesalahan dan melupakan perbedaan adalah aspek penting dalam menciptakan budaya kerja yang inklusif dan toleran. Organisasi yang mampu memaafkan kesalahan karyawan dan memberikan kesempatan kedua akan menciptakan suasana kepercayaan dan dukungan yang kuat di antara karyawan. Hal ini akan mendorong karyawan untuk bekerja lebih keras dan lebih efisien, sehingga meningkatkan produktivitas organisasi secara keseluruhan.

Dalam praktiknya, mengadaptasi konsep ketakwaan dari Surat Ali Imran ayat 133-134 dalam manajemen strategis dapat dilakukan melalui beberapa langkah berikut:

(1) Membangun budaya organisasi yang didasarkan pada nilai-nilai ketakwaan: Organisasi perlu menciptakan budaya yang mendorong karyawan untuk berinfak, menahan amarah, dan memaafkan kesalahan. Hal ini dapat dicapai dengan menyelaraskan visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan dengan prinsip-prinsip ketakwaan yang terkandung dalam ayat tersebut.

(2) Melakukan pelatihan dan pengembangan yang berfokus pada nilai-nilai ketakwaan: Organisasi dapat menyelenggarakan program pelatihan dan pengembangan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman karyawan tentang konsep-konsep ketakwaan dan bagaimana menerapkannya dalam pekerjaan sehari-hari.

(3) Menerapkan sistem reward dan punishment yang adil: Organisasi perlu mengadopsi sistem reward dan punishment yang mendorong karyawan untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai ketakwaan. Hal ini dapat mencakup pemberian insentif bagi karyawan yang berhasil menahan amarah dan memaafkan kesalahan, serta memberikan konsekuensi yang adil bagi karyawan yang melanggar nilai-nilai tersebut.

(4) Menerapkan kebijakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang sejalan dengan nilai-nilai ketakwaan: Organisasi dapat menerapkan program CSR yang mencerminkan prinsip berinfak dalam segala kondisi. Hal ini dapat mencakup kebijakan seperti donasi kepada organisasi amal, dukungan terhadap program pendidikan, atau pemberdayaan masyarakat setempat.

(5) Mengedepankan komunikasi yang efektif dan empati dalam hubungan antarkaryawan: Organisasi harus memastikan bahwa lingkungan kerja yang ada mendukung komunikasi yang terbuka, jujur, dan saling menghargai. Selain itu, karyawan harus diajarkan untuk mengasah empati mereka dalam berinteraksi dengan rekan kerja, sehingga lebih mudah untuk menahan amarah dan memaafkan kesalahan.

(6) Mendorong kreativitas dan inovasi berbasis nilai-nilai ketakwaan: Organisasi dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kreativitas dan inovasi dengan mendorong karyawan untuk selalu mencari solusi terbaik dalam segala kondisi, sesuai dengan prinsip berinfak dalam Surat Ali Imran ayat 133-134. Inovasi yang sejalan dengan nilai-nilai ketakwaan akan menciptakan produk dan layanan yang lebih berkualitas dan etis, serta memberikan nilai tambah bagi organisasi dan masyarakat.

(7) Mengutamakan kejujuran dan integritas dalam praktik bisnis: Organisasi harus menjunjung tinggi prinsip kejujuran dan integritas dalam semua aspek bisnisnya. Praktik bisnis yang etis dan transparan akan menciptakan kepercayaan yang lebih besar dari pihak-pihak eksternal, seperti investor, pelanggan, dan mitra bisnis, serta meningkatkan reputasi perusahaan di mata masyarakat.

(8) Menyelaraskan kebijakan sumber daya manusia dengan nilai-nilai ketakwaan: Organisasi perlu memastikan bahwa kebijakan sumber daya manusianya mencerminkan nilai-nilai ketakwaan, seperti keadilan dalam perekrutan, pengembangan, dan promosi karyawan, serta pemberian kesempatan yang sama bagi semua karyawan untuk berkembang dan berprestasi.

(9) Mengembangkan kepemimpinan yang berbasis nilai-nilai ketakwaan: Organisasi harus mengidentifikasi dan mengembangkan pemimpin yang memiliki kompetensi dan karakter yang sejalan dengan nilai-nilai ketakwaan. Pemimpin yang mampu menahan amarah, memaafkan kesalahan, dan berkomitmen untuk melakukan kebaikan akan menjadi contoh yang baik bagi karyawan dan mendorong mereka untuk mengikuti jejak yang sama.

(10) Mengukur dan mengevaluasi dampak nilai-nilai ketakwaan dalam organisasi: Organisasi perlu secara rutin mengukur dan mengevaluasi sejauh mana nilai-nilai ketakwaan telah diterapkan dalam operasional perusahaan. Hal ini dapat dilakukan melalui survei kepuasan karyawan, penilaian kinerja berbasis nilai, atau pengukuran dampak CSR terhadap masyarakat.

Kesimpulan

Dengan mengintegrasikan nilai-nilai ketakwaan yang terkandung dalam Surat Ali Imran ayat 133-134 ke dalam manajemen strategis, organisasi akan mampu menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dan meningkatkan daya saingnya di pasar global. Selain itu, nilai-nilai ketakwaan akan membantu organisasi untuk menjadi perusahaan yang lebih bertanggung jawab dan peduli terhadap kepentingan semua pihak yang terlibat, termasuk karyawan, pelanggan, investor, dan lingkungan. Dalam jangka panjang, organisasi yang berbasis pada nilai-nilai ketakwaan akan lebih mampu menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi di dunia bisnis serta mencapai kesuksesan yang berkelanjutan. Wallahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *