Pemaknaan Kiai dan Santri, Dedikasi Seorang Kiai (Bagian 3)

JelajahPesantren.Com – Kisah berikut, kembali diambil dari kisah nyata di pondok pesantren As-Sanamiyah Desa Ganjaran, Gondanglegi Kabupaten Malang. Kisah nyata ini dituturkan oleh salah satu putri Kiai Sanamah pendiri Pondok Pesantran As-Sanamiyah. Kiai Sanamah mempunyai tiga orang putra-putri, paling tua bernama Nyai Siti Rahmah (almarhumah), kedua Nyai Rodiyah dan yang bungsu bernama KH. Mursyid Alifi (almarhum) yang merupakan pendiri IAI Al-Qolam Gondanglegi Malang. Kisah ini dituturkan Nyai Rodiyah satu-satunya putri Kiai Sanamah yang masih hidup.

Cikal bakal munculnya Pesantren As-Sanamiyah berawal dari pembangunan Musala sederhana atau yang dikenal dengan nama ”jerembe’en”. Di musala tersebut diajarkan Al-Quran dan pelajaran dasar ubudiyah yang dikenal dengan pengajian ”Tontonan” kitabnya dikenal dengan kitab ”Arkan”. Ada ciri khas dan keunikan sistem pengajian yang dirintis Kiai Sanamah, masalah ini akan dikupas pada tulisan-tulisan berikutnya.

Ketika santri mulai banyak, tapi belum ada santri luar daerah yang menetap, hanya berasal dari daerah sekitar dan kalau malam tidur di musala yang biasa disebut dengan santri ”Musengan”, maka dibuatlah kamar-kamar sederhana dari bambu. Pada Tahun-tahun berikutnya, mulai ada santri-santri dari luar daerah yang datang belajar dan menetap di kamar-kamar sederhana tersebut.

Dari hari ke hari semakin banyaknya santri yang menetap, beliau berinisiatif dan berkeinginan membangun kamar-kamar yang permanen. Keadaan kehidupan ekonomi saat itu sangat lah terbatas, tidak seperti masa sekarang. Bahkan baju khusus untuk salat saja beliau hanya mempunyai beberapa helai dan biasa dicuci sendiri pada tiap hari Jumat. Untuk mewujudkan keinginannya Kiai Sanamah dengan tangan beliau sendiri membuat batu bata merah dan mengajak santri dalam proses pencetakan dan pembakarannya. Setelah batu bata siap, dimulailah pemasangan fondasi. Sayangnya setelah fondasi jadi, pembangunan tidak bisa dilanjutkan karena tidak ada dana.

Di tengah-tengah keprihatinan Kiai Senamah, tanpa diduga datanglah tamu agung dari Madura, beliau merupakan ulama dan Kiai kharismatik dari Madura. Betapa gembira Kiai Sanamah mendapat tamu KH. Moh. Siraj dari Madura. Setelah ngobrol lama dan Kiai Sanamah sempat curhat atas kesedihannya, tiba-tiba Kiai Siraj mengajak beliau memutari fondasi yang ada. Kiai Sanamah sendiri hanya mengikuti Kiai Siraj tanpa mengetahui maksudnya.

Berselang beberapa hari kemudian, keanehan terjadi. Wallahu A’lam, pembangunan pesantren bisa dilanjutkan. Sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, pembangunan tuntas terselesaikan. Aneh memang, tapi itulah bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang ditunjukkan kepada manusia dan bagian dari terkabulnya doa Kiai Senamah juga karomah dari Kiai Siraj. Alhamdulillah sampai sekarang Pondok Pesantren As-Sanamiyah tetap berdiri kokoh. Itulah sekelumit cerita tentang berdirinya sebuah pesantren dan sosok Kiai yang penuh dengan perjuangan.

Pada suatu waktu, penulis pernah sowan ke almarhum KH. Ishomuddin Hadziq Tebuireng Jombang. Beliau sempat dawuh bahwa Pondok Pesantren tidak akan “mati” selama tidak terputus hubungan dengan pendirinya meskipun sang pendiri sudah wafat. Karena doa yang paling ampuh adalah doa pendiri pertama pesantren itu sendiri. Ini sangat lah logis, karena banyak hal yang berbeda antara pendiri, generasi kedua dan seterusnya.

Perbedaan antara pendiri dan generasi selanjutnya terletak pada kemurnian niat dan keikhlasan dalam mendirikan dan menjalankan pesantren. Meskipun generasi kedua dan seterusnya tetap akan mewarisi gelar ”Kiai” dari generasi pertama. Pada diri Kiai pendiri, tidak ada asa lain selain Li I’lai Kalimatillah dengan melalui penyebaran ilmu agama. Bersih dari angan-angan politik, rasa gengsi, kemewahan duniawi dan kesenangan dunia lainnya. Inilah yang menarik dari para pendiri pesantren secara umum.

Membaca fenomena Kisah Kiai Sanamah di atas, sesungguhnya banyak ketauladanan yang bisa diambil untuk zaman sekarang. Dari mulai kesederhanaan sampai dedikasi dalam menyebarkan ilmu pengetahuan. Subhanallah, penulis tidak berani mengupas panjang lebar perbedaan antara Kiai zaman dulu dan zaman sekarang. Semoga Kisah Kiai Sanamah menjadi bahan renungan untuk Kiai-kiai zaman sekarang, ’Afwan. Wallahu a’lamu bi al-shawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *