Pertanian sebagai Laku Tirakat Menuju Allah (Ngaji Tani -1 )

JelajahPesantren.Com – Sektor pertanian sering menjadi sektor subordinat dengan dipandang sebelah mata oleh sebagian orang.  Pekerjaan yang lusuh jauh dari “keren” menjadikan pertanian jarang diminati oleh kaum milenial jaman now. Perspektif ini tidak salah ketika melihat kesejarahan dimana petani kita rata-rata kepemilikan lahannya hanya bekisar 0,3 Ha yang sering disebut petani gurem dan petani dalam kelas masyarakat menempati kelas sudra atau lebih dikenal dengan kaum rakyat jelata. Namun hal ini berbanding terbalik dimana dalam islam zakat pertanian menempati urutan pertama yakni 10% jika menggunakan air hujan dan 5% jika air irigasi. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian merupakan usaha yang visioner jika dikelola dengan profesional.

Diperkuat lagi sektor pertanian ini adalah garda terdepan atas ketersedian dan ketahanan pangan Nasional, sehingga bertani adalah pilihan strategis yang sama pentingnya dengan sektor pendidikan, bahkan lebih strategis karena tanpa pangan bagaimana bisa masyarakat hidup tenang,  bagaimana pemerintahan bisa jalan,  bagaimana bisa nyaman belajar dan bagaimana santri bisa khusuk beribadah.

Ngaji Tani

Jaminan Allah terhadap pemenuhan pangan di sektor pertanian merupakan spesial bahkan tertulis dalam Al Quran QS: Al Fathir ayat 27 “alam tara annallāha anzala minas-samā’i mā’ā, fa akhrajnā bihī ṡamarātim mukhtalifan alwānuhā” Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya.

Bahkan dalam ayat Al Quran pengelolaan bumi menjadi tugas ketiga setelah menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Maka bertani bagi pelaku (tasawuf) pertanian walau secara bisnis kurang menjanjikan namun ada yang lebih penting dari pada sekedar memperoleh keuntungan materialis yakni bertani merupakan laku tirakat (jalan)  untuk menuju Allah.

Sehingga petani jaman dulu tidak akan meninggalkan konsep harmoni dengan alam dan lingkungan salah satunya “sedekah bumi” dimana rasa syukur kepada Allah dinyatakan dalam habluinallah,  habluminannas dan habluminalalam. Misalnya ketika pertaniannya terkena serangan hama tikus, petani tidak langsung memberantas dengan obat tikus namun mencoba untuk menjaga keseimbangan alam melalui interaksi dengan mahluk Allah yang berupa tikus agar mengambil secukupnya dan nyatanya Allah mengabulkannya. Dalam pemenuhan kesuburan tanahpun petani menggunakan kotoran hewan ternak untuk menyeimbangkan alam dalam bahasa keren sekarang disebut suistinable agriculture.

Dari sekelumit cerita diatas maka kita faham bahwa bertani bukan hanya sebagai media kapital untuk meraup keuntungan,  namun menjadi tujuan dalam memenuhi kebutuhan keluarga, ummat dan cara menuju Allah (tasawuf pertanian). Petani tidak akan berani neko-neko melakukan yang dilarang agama karena dampaknya bisa langsung terjadi, sehingga banyak petani yang terlihat dzohirnya sederhana namun spiritualnya bersahaja, dengan tetap ihtiyar bertani diiringi ruhaninya istiqomah menuju Allah dengan landasan sabar, syukur,  qonaah menjalani hidup dan tawakkal atas pemberian Allah.

Namun fenomena akhir-akhir ini terjadi peningkatan ketertarikan petani milenial disektor pertanian modern yang dikenal dengan teknologi 4.0, dimana protipe pertanian berubah dari  cangkul, miskin,  lusuh menjadi modern, keren dan berwawasan pengusaha. Sentuhan teknologi menjadi hal yang lumrah yang antara lain  sistem pertanian modern, nutrisi,  green house, hidroponik, rekayasa genetika,  kultur jaringan,  AI,  Big data. Fasilitas teknologi modern memperingan proses pertanian menjadi lebih terukur dan terdata.  Namun tantangannya, peningkatan kesejahteraan petani modern, kekayaan, kemudahan fasilitas,  cepatnya akses informasi tidak berbanding lurus dengan kebahagiaan batin dan ketenangan jiwa. Mengapa terjadi karena akar pertanian sebagai ibadah dan jalan tirakat menuju Allah (tasawuf pertanian)  bergeser menjadi hanya sebagai pemenuhan kebutuhan hidup bukan way of life. Maka sewajarnya apabila ekosistem pertanian kembali menjadi arah gerakan ekonomi ummat sekaligus jalan tirakat menuju Allah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *