Tarekat Belajar dan Mengajar

JelajahPesantren.Com – Thoriqoh at Ta’lim wa at Ta’alum (Tarekat Belajar dan Mengajar). Thoriqoh atau tarekat menurut bahasa/ lughot mempunyai arti jalan, sedangkan menurut istilah Mutashowwifin diartikan sebagai jalan yang ditempuh oleh seorang hamba dalam menggapai dan mencari rida Allah SWT (Munawir, 2016).  Namun juga ada yang mengartikan dalam arti khusus yakni dengan mengartikan “jalan menuju makrifat billah”, melihat dari penjelasan tersebut maka jelaslah arti Thoriqoh harus dipahami dalam konteks yang luas tidak hanya sebatas pada amaliah zikir atau amalan wiridan saja namun bisa berbentuk ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ibadah-ibadah tersebut bisa saja berupa amalan zikir, wirid,  puasa sunah, salat sunah, taklim (belajar) dan berbagai bentuk amal kebajikan lainnya.

Source: Kemendikbud

Pada perkembangan selanjutnya definisi thoriqoh mengalami distorsi (penyempitan) makna, thoriqoh hanya dipahami serta dikenal masyarakat sebagai pendekatan diri dengan zikir-zikir tertentu, thoriqoh tersebut di kalangan warga nadhliyin dikenal dengan sebutan thoriqoh mu’tabarah. Thoriqoh dikatakan Mu’tabarah  jika memenuhi syarat: 1) thoriqoh yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. 2) Tidak bertentangan dengan syariat. 3) Mursid (guru) harus memenuhi syarat menguasai ilmu fikih dan akidah, menguasai ilmu tasawuf, mempunyai akhlak yang sempurna lahir dan batin serta mendapatkan izin/ ijazah untuk tarbiyah dari gurunya. Di antara thoriqoh tersebut seperti thoriqoh naqsyabandiyah, qodiriyah, khalwatiyah, syadzilillah dan sebagainya. Thoriqoh-thoriqoh tersebut tergabung dalam wadah yang diberi nama Jam’iyyah Ahli Thoriqoh al Mu’tabaroh an Nadliyin (JATMAN).

Di kalangan pesantren khususnya para santri di antara thoriqoh-thoriqoh mu’tabarah tersebut yang paling populer dan utama ialah thoriqoh Ta’lim wa at Ta’allum. Thoriqoh ini dimulai sejak zaman para sahabat, bahkan dalam konteks historis ada sekelompok sahabat yang ikut mondok di masjid Nabawi yang dikenal dengan sebutan ash-Habusshufah yang dikomandani oleh sahabat Abu Hurairah RA. Sekelompok sahabat (ash-Habusshufah) inilah yang ikut andil serta berjasa besar terhadap Islam khususnya lagi dalam mencatat riwayat-riwayat hadis yang diajarkan baginda Rasulullah SAW.

Dalam suatu riwayat yang diriwayatkan oleh Abdillah bin Amr bin Ash berkata: pada suatu hari Rasulullah SAW keluar menuju masjid, beliau menjumpai 2 kelompok majelis yakni majelis yang membicarakan fikih dan majelis pemanjatan doa. Rasulullah SAW kemudian bersabda kedua majelis ini baik yakni berdoa kepada Allah SWT sedangkan yang satunya ini belajar dan memandaikan orang bodoh (majelis ilmu). Mereka ini majelis ilmu lebih utama karena aku diutus untuk mengajar manusia, setelah itu beliau duduk bersama majelisnya ahlul Ilmi.

Dikutip dari Ibnu Umar RA bersabda Rasulullah SAW “Ketika kalian bertemu taman-taman surga merumputlah! Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah SAW apa yang engkau maksud dengan taman-taman surga itu? Beliau bersabda, sesungguhnya Allah SWT mempunyai malaikat-malaikat yang tugasnya berkeliling, mereka mencari-cari perkumpulan zikir. Setelah menjumpai mereka lantas mengerumuninya”. Menurut Imam Atho’illah al Iskandari yang dimaksud dengan majelis zikir tersebut adalah majelis halal haram yaitu majelis yang membicarakan bagaimana hukum salat, jual beli, puasa, nikah dsb. Ngaji atau sekolah di madrasah diniyah, musyawarah-musyawarah ilmu agama semacam bahtsul masail, majelis-majelis ilmu seperti ini jelas-jelas lebih utama dari pada wiridan, zikir atau ibadah-ibadah sunah lainnya.

Imam Syafi’i dalam salah satu makolahnya menyebutkan “tidak ada amal yang lebih utama setelah perkara fardhu dari pada mencari ilmu”, sedangkan Ishaq bin Abdillah bin Abi Farwan mengatakan bahwa yang paling dekati derajat kenabian adalah para ahli ilmu dan jihad, sebab para ulama menunjukkan umat manusia atas apa yang dibawa para rasul sedangkan ahlu jihad berperang menegakkan ajaran yang dibawa para rasul.

Dari uraian di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa banyak sekali thoriqoh yang bisa mengantarkan hamba menuju rida Allah SWT, namun di antara thoriqoh-thoriqoh tersebut yang paling tinggi di hadapan Allah SWT dan Rasulnya Thoriqoh at Ta’lim wa at Ta’alum dengan mendirikan madrasah, menggelar pengajian, musyawarah-musyawarah ilmu agama, bahtsul masail, sorogan kitab, mutholaah, menulis ilmu agama dan berbagai bentuk khidmah kepada ilmu agama dan ulama berarti kita sudah melakukan thoriqoh yang paling afdhol, diantara keutamaan tersebut antara lain:

Pertama, manfaat ilmu bisa dirasakan diri sendiri dan kaum muslim, sedangkan ibadah manfaatnya hanya dirasakan oleh diri sendiri; Kedua, Segala bentuk ibadah membutuhkan ilmu, sebab ibadah yang tidak berlandaskan ilmu tidak akan diterima; Ketiga, pewaris para nabi adalah para ulama bukan mereka yang hanya ahli ibadah saja; Keempat, Ilmu akan abadi sepanjang masa, lain halnya dengan ibadah.

Itulah beberapa alasan kenapa bagi kalangan pelajar khususnya santri belajar dan mengajar merupakan amalan harian yang tidak boleh lengah untuk dilakukan, karena dengan amalan tersebutlah cita-cita, harapan dan keinginan akan terwujud. Hal ini senada dengan apa  yang disampaikan oleh Imam Syafi’i “barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia raihlah dengan ilmu, barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat raihlah pula dengan ilmu dan barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan akhirat maka raihlah juga dengan ilmu”. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi kita semua untuk senantiasa tiada henti mengamalkan ajaran-ajaran yang telah dicontohkan oleh baginda Nabi besar Muhammad SAW. Amin….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *