Belajar Berperilaku Bijak dari Sejarah dan Peristiwa Pada Masa Lalu

Source: Muslim Heritage

JelajahPesantren.Com – Pada masa Bani Abbasiyah yang berpusat di Baghdad dan Andalusia yang berpusat di Spanyol, peradaban Islam mengalami era keemasan. Banyak cendikiawan muslim kaliber dunia lahir. Tentu saja, tokoh yang paling menonjol saat itu adalah Ibnu Sina dan Al Ghozali. Yang menarik, keduanya adalah ilmuwan dari Persia.

Al Ghozali memiliki banyak pengagum di negeri-negeri timur. Sedangkan Ibnu Sina memiliki banyak pengikut di negeri-negeri Barat. Saat itu Islam seolah menjadi penerang dunia. Baghdad dan Andalusia menjadi kiblat ilmu pengetahuan bagi bangsa-bangsa lain. Banyak pelajar hijrah ke sana untuk menggali ilmu agar kelak bisa mengembangkan peradaban di negeri mereka masing-masing.

Imam Ghozali dikenal dengan pemikiran sufistik dan mistisnya. Di antara karya fenomenalnya adalah: Ihya’ Ulumuddin, Misykatul Anwar, dan Tahafut al Falasifah. Sedangkan Ibnu Sina dikagumi sebagai ulama yang saintifik. Ratusan karyanya yang bercorak saintifik di bidang kedokteran, filsafat, matematika, ilmu alam, astronomi dan seni. Di antaranya : Qonun fith Thib, Asy Syifa’, dan Mantiq al Masyriqin.

Perbedaan pemikiran kedua ulama itu kemudian melahirkan perdebatan. Perdebatan imajiner, sebab sesungguhnya Ibnu Sina, Bapak Kedokteran Modern itu, sudah wafat ketika pemikirannya dikritisi oleh Imam Ghozali. Ibnu Sina (980 – 1037 M) hidup di abad 10. Sedangkan Al Ghozali (1058 – 1111 M) hidup di abad 11. Debat pemikiran itu terabadikan dalam karya Al Ghozali yang berjudul “Tahafut al Falasifah”. Yang terjemahan bebasnya: “ Kerancuan Filsafat ”.

Ibnu Sina memang ilmuwan yang filosof, yang pemikirannya berbasis pada rasionalitas dan empirisme. Termasuk ketika dia memahami keislaman. Pendekatannya adalah saintifik. Pemikiran filsafat Ibnu Sina menjadi tren yang diikuti oleh banyak pelajar generasi muda, dan memiliki pengaruh luas bagi kebangkitan dan kemajuan peradaban Islam.

Tentu saja, Ibnu Sina tidak bisa mengklarifikasi kritik Al Ghozali. Karena, dia sudah wafat. Baru pada abad berikutnya, seorang cendikiawan kenamaan Andalusia, bernama Ibnu Rusyd (1126 – 1198 M) muncul dengan karya tulisnya yang menjawab kritik Al Ghozali.

Ibnu Rusyd yang juga menjadi inspirasi bagi kebangkitan Eropa melalui sains dan teknologinya, melahirkan aliran yang disebut sebagai Averroisme. Aliran yang bahkan sampai mengguncang pemikiran gereja yang dogmatis dan bertabrakan dengan para ilmuwan yang saintifik.

Ibnu Rusyd menulis buku “Tahafut At Tahafut”. Yang bermakna “Kerancuan dari Kerancuan”. Ia mengkritik pemikiran Ghozali yang dianggap mengalami kerancuan dalam memahami pemikiran Ibnu Sina. Khususnya, terkait dengan eksistensi Allah, eksistensi alam semesta, dan tentang Jiwa dan Ruh. Bagi Ibnu Rusyd, pemikiran Ibnu Sina sama sekali tidak sesat. Karena sesungguhnya Ibnu Sina juga bersandar pada ayat-ayat Al Qur’an.

Ibnu Rusyd meyakini bahwa orang tetap bisa menjadi muslim dan sekaligus menjadi rasional. Baginya, wahyu dan akal itu seperti saudara kandung (ukht al roda’ah), yang berasal dari sumber yang sama. Seperti umumnya hubungan saudara, wahyu dan akal ini kadang serasi, dan di lain waktu kontradiksi.

Menurut Ibnu Rusyd, “Jika akal dan wahyu berbenturan, maka dahulukan akal. Caranya, dengan menafsirkan wahyu. Kenapa wahyu yang harus ditafsirkan ulang? Karena wahyu sudah berhenti sementara akal terus hidup. Yang hidup harus memberikan nafas pada yang sudah berhenti, agar tetap hidup!” Kebenaran tafsir tidak bersifat absolut.

Dengan keyakinan semacam itu, para filosof muslim berkarya, menulis buku, mengkaji, meneliti, dan mengajar. Mereka tak menghiraukan para ulama yang menghujat mereka tiga kali sehari. Tuduhan sekuler, liberal, sesat, kafir bagaikan kidung pengantar tidur. Bagi mereka, akal adalah karunia Allah dan menghargai serta memanfaatkan karunianya adalah jauh lebih mulia.

Kritikan Ibnu Rusyd tidak bisa ditanggapi oleh Imam Ghozali, sebab Imam Ghozali sudah wafat. Kritikan itu lantas ditanggapi oleh para pelajar pendukung Imam Ghozali. Mereka menyerang balik dan mengatakan bahwa Ibnu Rusyd sesat dan telah kafir. Di kalangan para pendukung Ibnu Rusyd pun akhirnya memberikan pembelaan cukup sengit. Mereka balik menuduh pendukung Imam Ghozali adalah kaum yang sesat. Aksi saling sesat-menyesatkan terus berlangsung dari kedua kubu. Mistisisme versus Sains.

Sebuah perdebatan yang seru dan sampai akhirnya memicu munculnya arogansi kelompok. Di mana masing-masing pihak menganggap dirinya paling benar dan menuding pihak lain sesat dan kafir. Kafir halal darahnya. Lambat laun cahaya Islam pudar. Peradaban Islam terjun bebas menuju kehancuran. Andalusia jatuh. Baghdad runtuh. Islam terlelap dalam tidur panjangnya.

Di zaman sekarang pun masih banyak umat yang belum menyadari kekhilafan pada masa lalu itu. Warisan semangat untuk saling menyesatkan pun masih terus berlanjut. Hal itu menimpa tokoh-tokoh seperti Gus Dur, Cak Nur (Nurkholis Madjid), Habib Quraish Shihab, Buya Syakur, Gus Mus serta kyai Said Aqil Siradj.

Padahal agama mengajarkan, semakin tinggi iman seseorang, semakin rendah dia tundukkan hatinya. Semakin dalam spiritual seseorang, semakin dalam rasa kemanusiannya, hingga dia lupa dengan identitas yang beda. Semakin dekat dengan Tuhan, semakin dia merasa hina di hadapanNya, hingga tidak sempat memandang hina kepada sesamanya.

Allah berfirman : “Sesungguhnya Dialah (Allah) yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa orang-orang yang mendapat petunjuk .” (QS. An Nahl : 125).

Jangan pernah lelah untuk selalu belajar menjadi orang yang baik, tiada henti berbuat kebajikan, serta tidak pernah jenuh untuk senantiasa menebar benih kasih sayang kepada sesama.

Marilah kita saling nasehat menasehati dalam kesabaran dan ketaqwaan serta berbagi ilmu pengetahuan, semoga tulisan ini bermanfaat dan bisa menginspirasi bagi kehidupan kita di dunia dan akhirat. Aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin, Istajib Du’aanaa Yaa Mujibas Saa’iliin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *