Salat Menginspirasi Tumbuhnya Budaya Disiplin Waktu dan Mutu

JelajahPesantren.Com  –  Salat merupakan salah satu bentuk ibadah yang memiliki nilai filosofis yang amat dalam untuk menumbuhkan semangat hidup yang penuh makna bagi yang menjalankan. Secara harfiah, salat dapat diartikan sebagai amaliah fardhu ‘ain bagi seorang muslim baik laki-laki maupun perempuan yang sudah mencapai usia baligh diawali dengan gerakan ta’birotul ihrom dan diakhiri dengan salam. Begitu pentingnya kewajiban menjalankan salat, sehingga Allah SWT memerintahkan dalam Al-Quran Surat Al-Ankabut [29] Ayat 45, bahwa:

اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

Artinya:  “Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Demikian pula Rasulullah SAW menegaskan bahwa:

الصلاة عمادالدين فمن اقام فقد اقام الدين ومن تركها فقد هدام الد ين

“Salat itu adalah tiang agama, barang siapa yang mengerjakannya berarti ia telah menegakkan agama, dan barang siapa yang meninggalkannya, berarti ia telah merobohkan agama”.

Sehingga, salat merupakan satu dari rukun Islam yang disebut dalam sabda Rasulullah SAW, yang artinya “Islam dibangun di atas lima rukun (fondasi). Salat diwajibkan dalam sehari semalam lima kali, yaitu tujuh belas rakaat; diwajibkan Allah atas setiap laki-laki,  baligh dan berakal (sehat) dan atas perempuan Islam, baligh dan berakal (sehat) serta tidak sedang haid dan nifas (Al-‘Alamah, 2004).

Semangat menjalankan kewajiban salat inilah harus diselaraskan dengan gerakan budaya dalam memperkokoh kompetensi manusia melalui disiplin waktu dan mutu. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menguraikan mengenai salat, tetapi melihat salat dalam cara pandang komitmen terhadap waktu dan mutu. Penjelasan di atas mengandung karakter yang sangat tepat untuk mengisi rutinitas kesibukan setiap hari agar waktu dan mutu menjadi perhatian yang serius. Apa pun dan di mana pun kesibukan kita jika memperhatikan waktu dan mutu sebagai bentuk budaya disiplin maka akan berbuah pada pencapaian kematangan kompetensi seseorang.

Membudayakan disiplin waktu dan mutu harus menjadi sebuah gerakan yang simultan agar terus tumbuh dan berkembang seiring dengan pilihan aktivitasnya sehari-hari. E.B. Taylor mendefinisikan budaya sebagai kompleksitas yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan atau kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh anggota-anggota suatu masyarakat. Budaya harus menjadi karakteristik gaya hidup suatu kelompok manusia tertentu. Sehingga dengan budaya mampu memudahkan kehidupan sosial-masyarakat baik sebagai pribadi maupun kelompok untuk memberikan solusi-solusi yang terbaik dalam memecahkan masalah-masalah yang berkembang dan tetap memperhatikan pola-pola hubungan dan cara-cara memelihara kohesi dan konsensus kelompok.

Dalam konteks inilah, setiap manusia harus senantiasa  berusaha agar mampu mengembangkan dan menjaga disiplin sebagai salah satu kekuatan dalam menapaki jalan pasti menuju kesuksesan. Setidak-tidaknya ada dua disiplin yang harus dikembangkan walaupun disiplin di sini tidak hanya sekedar dipahami sebagai kepatuhan yang ketat dan kaku terhadap peraturan yang telah ditetapkan. Namun lebih pada ‘budaya dan kesadaran’ disiplin dalam memegang nilai/norma, aturan dan fokus pencapaian tujuan.

Disiplin waktu (time dicipline), yakni memulai dalam menggerakkan dirinya agar mampu mengatur ritme kesehariannya dengan baik. Tentu dalam konteks modern harus melakukan perencanaan dan memanfaatkan waktu dan peluang dengan baik. Strategi dalam kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi harus dilakukan secara kontinu-terus menerus dari apa yang telah dilakukan ataupun akan dilakukan. Sehingga adaptasi pada strategi disiplin waktu harus dilakukan dengan tepat, tanpa cara-cara yang reaktif, tapi lebih antisipatif-substantif. Proses terus berjalan dengan memperhatikan keunggulan yang bisa dievaluasi secara terukur, sehingga bisa terus diperbaiki dan ditingkatkan secara bertahap dan berkelanjutan. Namun, disiplin ini terkait secara langsung maupun tidak langsung bersentuhan dengan orang lain dalam menjaga komitmen. Nah, membangun komitmen inilah yang harus ditata dan menjadi budaya baru yang harus digerakkan.

Disiplin mutu (quality dicipline), yaitu setiap aktivitas dalam penyelenggaraannya harus tetap berorientasi pada kualitas mutu sebagai bentuk akuntabilitas aktivitas. Mutu harus menjadi penyemangat utama dalam setiap  aktivitas yang berhubungan dengan orang lain. Untuk itu, mutu harus diterjemahkan dalam setiap pikiran dan langkah guna mencapai tujuan yang hendak diwujudkan secara konkrit.

Dua disiplin tersebut, tentu masih ada disiplin-disiplin lainnya agar bisa menjadi sebuah gerakan awal yang sangat baik untuk membangun budaya baru. Waktu dan mutu diibaratkan sebagai dua belah mata uang, jika tanpa ada salah satunya maka hal tersebut tidak akan memiliki makna. Dengan demikian, kebiasaan yang baik dalam menjalankan salat sebagai bentuk ibadah mahdhoh yang berhubungan langsung manusia dengan kholiknya harus termanifestasikan pada ibadah ghoiru mahdhoh dengan sesama manusia dengan tetap memperhatikan dan berkomitmen pada waktu dan mutu (kualitas). Secara berkelanjutan dengan memperhatikan bentuk disiplin-disiplin yang lainnya. Wallahu a’lam bisshawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *