Tarwiyah, Arafah dan Nahr sebuah Proses Decision Making

Kakbah Tempo Dulu

JelajahPesantren.Com – Bulan Dzulhijjah atau bulan Haji merupakan bulan pamungkas dalam kalender Hijriyah. Karena dengan berakhirnya Dzulhijjah maka akan memasuki Muharram sebagai kalender awal. Disebut bulan haji karena hanya dibulan inilah ritualitas ibadah haji dilaksanakan, haji sendiri merupakan rukun islam pamungkas.

Haji sebagai rukun islam pamungkas hanya dilaksanakan dalam bulan Dzulhijah yang pamungkas, sarat akan penapktilasan spriritualitas sang Khalilullah, Nabi Ibrahim as dan keluarganya. Sai, thowaf, wukuf, Lontar Jumrah, tahalul, Kurban adalah beberapa ritual didalam ibadah haji.

Ritual-ritual tersebut merupakan penapaktilasan dua kejadian yang luar biasa menimpa sang Khalilullah,

yaitu  saat Nabi Ibrahim AS dan keluarganya menghadapi dua cobaan yang begitu berat. Cobaan pertama datang wahyu yang memerintahkan Nabi Ibrahim untuk meninggalkan keluarga yang begitu di cintainya. Yaitu istrinya Siti Hajar dan putranya Ismail AS.

Dan puncak dari cobaan itu berawal,ketika pada tanggal 8 Dzulhijjah Nabi Ibrahim as mendapatkan perintah melalui mimpi.  Dalam mimpinya , sang Khalilullah diperintahkan mengurbankan (menyembelih) anak kesayangannya, Nabiyullah Ismail as.

Term arab mengistilahkan mimpi dengan ra’a fil manam. Oleh karena itu pakar bahasa memberikan pengertian ra’a sebagai penglihatan yang tidak secara kasat mata, berbeda dengan kata nadhara yang bisa dipergunakan untuk melihat sesuatu yang kasat mata.

Derivasi kata ra’a maka muncul kata tarwiyah. Tarwiyah adalah hari dimana pada saat itu Nabi Ibrahim as menerima wahyu melalui mimpinya yang berisi perintah menyembelih (mengurbankan) putra kesayangannya Nabiyullah Isma’il as.

Pengertian lainnya tentang tarwiyah adalah berpikir dan berangan-angan. Berpikir dan berangan-angan Nabi Ibrahim as atas kejadian yang berkenaan dengan mimpinya, apakah betul mimpi tersebut perintah Allah.

Karenanya tanggal 8 Dzulhijjah disebut hari tarwiyah.

Selanjutnya, atas keraguan Nabi Ibrahim as, di tanggal 9 Dzulhijjah Allah meneguhkan kembali dengan perintah yang sama untuk mengurbankan Nabi Ismail as.

Kata ‘a-ra-fa berarti mengetahui secara mantab dan pasti. Hari arafah didasarkan pada kondisi Nabi Ibrahim as yang mengetahui bahwasanya mimpi yang dialami adalah perintah, wahyu Allah.

Karenanya tanggal 9 Dzulhijjah disebut hari arafah, untuk menapatilasinya jemaah haji melakukan wukuf di padang Arafah setiap tanggal 9 Dzulhijjah, dan wukuf sendiri merupakan puncak dari ritual ibadah haji. Adapun bagi yang tidak sedang berhaji disunnahkan untuk menjalankan ibadah puasa arafah.

Dan mimpi itu terus berdatangan hingga tanggal 10 Dzulhijjah. Beliau meyakini bahwa mimpi itu berasal dari Allah SWT yang memerintahkan untuk menyembelih putranya Ismail.

Beberapa wasiat sang anak kepada ayahanda sebelum wahyu penyembelihan dilakukan.  Beberapa wasiat Nabiyullah Ismail as, itu adalah ikatlah tanganku dengan kencang agar tidak goyah karena itu akan menyakitkanku, letakkan wajahku diatas bumi agar ayahanda tidak memandangku biar engkau tidah merasa kasihan, tutuplah pakaianku darimu agar darahku tidak mengotorinya sehingga ibukku tidak melihatnya, tajamkanlah bibir pisaumu dan percepatlah dalam penyembelihan leherku agar terasa lebih ringan karena sesungguhnya kematian itu amatlah menyakitkan, berikat pakain diriku kepada ibuku sebagai pengingatku, jangan kau ceritakan kepada ibukku bagaimana engkau menyembelihku dan mengikat tanganku, jangan engkau membawa bocah kepada ibuku agar tidak semakin sedih, jika engkau melihat bocah sepertiku maka jangan engkau terus memandanginya sampai engkau bersedih.

Atas wasiat tersebut, Nabi Ibrahim as berkata,  “Baiklah, semoga pertolongan selalu menyertaimu atas perintah Allah, wahai anakku.”

Dan proses eksekusi penyembelihan pun dilakukan.Ternyata pada proses eksekusi penyembelihan Nabiyullah Ismail as, mukjizat datang. Pada saat posisi berbaring dan sang khalilluh dengan pedang tajam memotong leher Nabiyullah Ismail as dan darah memancar ke badan Nabi Ibrahim as.

Mukjizat itu adalah digantinya Nabiyullah Ismail as dengan seekor domba (kambing) dewasa yang sehat dan besar, jadi yang disembelih tadi adalah bukan Nabiyullah Ismail as melainkan seekor domba tersebut. Nabiyullah Ismail as sendiri, atas kehendak Alloh berada disamping Nabi Ibrahim as. Dengan memuji kebesaran Allah, keduanya berpelukan haru dan penuh syukur karena sudah menjalankan wahyuNya.

Karena itu tanggal 10 Dzulhijjah dirayakan sebagai hari raya idul adha, idul kurban, juga disebut yaumun nahr, hari menyembelih. Untuk menapaktilasi tarikh ini, setiap perayaan Idul Adha umat Islam diperintahkan untuk berkurban dengan menyembelih hewan ternak seperti domba, kambing, sapi, kerbau atau unta.

Rangkaian kejadian tanggal 8, 9 dan 10 Dzulhijjah dari pengalaman spiritual Nabi Ibrahim as dan keluarga sungguh menarik untuk sebuah inspirasi proses decision making. Dimana hari-hari tersebut (tarwiyah, arafah dan nahr) dinapaktilasi sebagai kaifiyah beribadah umat Islam, bahkan dalam ritual rukun Islam kelima.

Herbert Simon Model of Decision-Making atau Herbert Simon Model karya Herbert Alexander Simon (1916-2001), seorang peneliti psikologi kognitif mendeskripsikan tiga langkah utama dalam pengambilan keputusan, yaitu intelligence, design dan choice.

Langakah-langkah intelligence, design dan choice secara kronologis tergambarkan pada aktifitas hari tarwiyah, arafah dan nahr yang dialami Nabi Ibrahim as dan keluarganya.

Dalam mengambil keputusan untuk menjalankan wahyu Allah menyembelih Nabiyullah Ismail as , disebutkan dalam al Quran sebagai menghadapi ujian yang nyata (QS. As-Saffat [37] : 106), Nabi yang memiliki gelar khalilullah ini berproses dari ber-tarwiyah (intelligence), kemudian ber-arafah (design) sampai akhirnya pada tahap eksekusi ber-nahr (choice).

Langkah intellegence, menyangkut kegiatan dalam usaha menemukan kondisi lingkungan internal dan eksternal yang diperlukan dalam pengambilan keputusan.  Nabi Ibrahim as sebagai sosok Nabi dan ayah dari Nabiyullah Ismail as dalam merespon wahyu Allah untuk menyembelih anaknya, mestinya tidak perlu berpikir panjang seketika setelah menerima wahyu tersebut seketika itu juga dilaksanakannya wahyu tersebut.

Dimensi yang dibangun adalah bukan dimensi kenabian tapi dimensi kemanusiaan, Nabi Ibrahim as adalah seorang manusia. Dengan menerima wahyu, seorang ayah yang diperintahkan untuk menyembelih darah dagingnya sendiri tentu ini diluar nalar dan logika kemanusiaan, sungguh suatu ujian yang nyata.

Nabi Ibrahim as harus mengambil keputusan, menjalankan perintah Allah atau tidak, salah satu sifat nabi adalah ma’sum,  manusia yang terjaga dari kesalahan. tentunya sang khalilullah akan menjalankan perintah Allah, dalam masa ber-tarwiyah. Berpikir keras dan berangan-angan untuk mengambil keputusan, diajaklah sang istri-Siti Hajar dan Nabiyullah Ismail as untuk bermusyawarah tentang ra’a fil manam untuk menyembelih.

Terjadilah musyawarah, brainstroming diantara mereka bertiga, kata sepakat yang didapat adalah keikhlasan untuk menjalankan perintah tersebut. “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang menjadi diperintahkan (Allah) kepadamu; insya’ Alloh engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS. As-Saffat [37] : 102).

Setelah langkah intellegence, Herbert Simon Model dilalui langkah selanjutnya adalah design. Langkah ini menyangkut pembuatan pengembangan dan penganalisaan berbagai rangkaian aktifitas yang mungkin dilaksanakan. Design keputusan harus mantap dan pasti (a-ra-fa), inilah yang disebut ber-arafah.

Kemantaban dan kepastian design keputusan bukannya tanpa rintangan dan gangguan dari parapihak yang tidak setuju atau dirugikan atas design yang dibuat. Dalam konteks sirrah ini, diceritakan iblis sibuk luar biasa kesana kemari untuk menggoda dan berusaha keras agar design keputusan (penyembelihan) tersebut gagal, godaan iblis kepada Nabi Ibrahim dan Nabiyullah Ismail as dan Siti Hajar tidak berhasil, karena sang khalilullah dan keluarga sungguh ber-arafah atas design keputusan yang dibuat untuk menjalankan perintah Allah.

Waktu Nabi Ibrahim as akan mengajak Nabiyullah Ismail as untuk disembelih, beliau berkata kepada Siti Hajar, “Pakaikanlah anakmu pakaian yang bagus, karena sesungguhnya aku akan mengajaknya untuk bertamu!” Hajar pun memakaikan Ismail pakaian yang bagus, memberinya wewangian, dan menyisir rambutnya. Kemudian Nabi Ibrahim as pergi bersama Nabiyullah Ismail as dengan membawa sebuah pisau besar dan tali ke arah tanah mina untuk melaksanakan penyembelihan.

Dua langkah utama dalam proses decision making telah dilalui, langkah selanjutnya choice. Medetailkan langkah-langkah atas choice yang dipilih adalah langkah strategis, bagaimana Nabi Ibrahim as sebagai kepala rumah tangga menyampaikan keputusan ber-nahr kepada istrinya berkenaan dengan kurban nyawa anak kesayangan mereka.

Choice untuk ber-nahr yang secara kronologis melalui ber-tarwiyah dan ber-arafah,  dalam rangka kepatuhan menjalankan perintah Allah oleh Nabi Ibrahim as sudah menjadi keputusan akhir dan bulat dari proses decision making. Dalam proses tersebut melibatkan dialektika pihak lain (istri dan anaknya), ini sebuah inspirasi yang luar biasa dalam proses decision making.

Banyak orang pada waktu itu menganggap Nabi Ibrahim as sudah gila karena menyembelih anaknya sendiri, Nabiyullah Ismail as. Iiblis yang telah gagal mengoda Nabi Ibrahim as, Nabiyullah Ismail as dan Siti Hajar, berupaya kembali menemui Nabiyullah Ismail as, tanpa pikir panjang melihat iblis kembali menghampirinya Nabiyullah Ismail as pun mengambil batu-batu dan melemparkan kepada iblis sehingga mengenai mata kiri iblis. Selanjutnya iblis pun pergi dengan kecewa dan putus asa. Ritual Ini dinapaktilasi jamaah haji dengan lempar jumroh, dan proses eksekusi nahr berjalan.

Dalam ber-nahr, Nabi Ibrahim as, Nabiyullah Ismail as dan Siti Hajar ikhlas atas wahyu, kehendak, perintah dan keinginan Allah, karenanya anggapan gila yang disematkan sang Khalilullah oleh orang-orang waktu itu dan  operasi super canggih ala iblis tidak bisa mengagalkan choice yang dipilih. Keikhlasan berkurban dan berkomitmen atas sebuah proses pengambilan keputusan adalah inspirasi bagi kita, selamat berkurban.

Ikhlas menjalani kehidupan adalah esensi berkurban, Wallahu Alam bish-Shawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *