Etika Belajar dan Mencari Ilmu Ala Pesantren

JelajahPesantren.Com  –  Ilmu itu milik Allah SWT, ilmu adalah cahaya terang yang dapat menerangi kegelapan bagi yang memilikinya. Allah SWT akan memberikan ilmu kepada siapa saja yang dikehendakinya baik itu kafir maupun muslim. Bagi kalangan pesantren utamanya bagi kaum sarung (sebutan bagi santri) mencari dan mendapatkan ilmu pengetahuan ada beberapa syarat dan cara yang harus ditempuh agar kelak ilmu yang telah dipelajarinya bermanfaat dan barokah baik itu bagi dirinya, keluarganya, masyarakat utamanya bagi agamanya.

source: pinterest

Di antara cara memperoleh ilmu tersebut ialah, pertama Bil Kasbi, ilmu yang didapat dengan usaha keras sebagaimana layaknya pencari ilmu biasa, para pencari ilmu harus belajar dengan tekun dan mendapatkan bimbingan yang benar dari guru. Cara ini merupakan metode mendapatkan ilmu yang lazim banyak dilakukan oleh masyarakat pada umumnya, tanpa terkecuali santri yang sedang menuntut ilmu di suatu pondok pesantren. Cara ini di kalangan pesantren disebut sebagai cara belajar ala Kiai.

Dan kedua, Bil Kasyfi. Mencari ilmu dengan jalan mendekatkan diri kepada sang Kholik Allah SWT secara total, dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT segala penyakit hati akan sirna layaknya kertas putih yang belum ada coretan tintanya. Dalam term tasawuf hati yang bersih akan mudah sekali mendapatkan mukasafah (terbukanya mata hati), jika hati sudah terbuka maka Allah SWT akan memberikan apa yang diminta tanpa terkecuali ilmu. Cara ini membutuhkan konsentrasi olah batin yang tinggi, di kalangan pesantren metode ini biasa disebut cara belajar ala Waliyullah (Kekasih Allah SWT).

Itulah dua metode mencari ilmu ala santri yang perlu kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari utamanya bagi yang masih dalam tahap menuntut ilmu. Lantas timbul pertanyaan di benak kita manakah dari kedua metode tersebut di atas yang paling utama dan sesuai diterapkan bagi diri kita? Jawabannya adalah kita bisa memadukan dua cara tersebut dengan jalan:

Point pertama, kita sungguh-sungguh belajar dengan baik sesuai dengan petunjuk para guru dan Kiai. Kita Ta’limul Muta’alim memberi tuntunan secara rinci dan efektif. Tuntunan pokoknya antara lain: a) Menghormati Ilmu. Ilmu  yang kita cari merupakan sesuatu yang paling mahal dan indah, kita harus mengenalnya lebih dekat karena kita butuh padanya. Cara mengenal ini dilakukan secara terus menerus dengan banyak belajar, ketika menerima pelajaran harus ikhlas dan senang kepada pelajaran yang kita pelajari, didengar keterangan guru secara seksama lalu dicatat secara lengkap, baik dan benar. Pulang sekolah atau habis mengaji sebaiknya dibaca pelajaran yang sudah dipelajari sekali saja untuk lebih mengingat ilmu. Jika ada yang belum dipahami cukup diberi tanda. Pada malam harinya harus belajar secara terjadwal dan teratur, mempelajari pelajaran-pelajaran esok hari, yang belum dimengerti harus diusahakan sampai mengerti baik itu usaha sendiri maupun bertanya kepada orang lain seperti ayah, ibu, maupun saudara; b) Menghormati Guru. Guru adalah pembimbing kita dalam berakhlak dan berilmu, guru mengantarkan seorang murid menjadi manusia yang berguna dan bermanfaat. Tidaklah pantas di dunia ini orang mulia yang tidak mau menghormati gurunya, banyak orang pintar tapi hidupnya jauh dari nilai keberkahan, sengsara dan tidak terhormat karena tidak menghormati guru. Dalam salah satu riwayat diceritakan bahwa Imam Maliki bin Anas pernah berhenti memberi pelajaran saat beliau melihat anak kecil  (anak guru beliau) lewat di depan ruang pengajian. Beliau turun dari kursi kebesarannya dan menghormati anak kecil tersebut, begitulah keagungan akhlak Imam Malik dalam penghormatan kepada gurunya tidak hanya sebatas kepada yang mengajarkannya saja namun sampai ke anaknya. Kita wajib meniru perilaku beliau dalam menghormati guru, Kiai dan keluarganya secara wajar, tidak duduk di kursi yang biasa diduduki guru waktu mengajar, tidak mengetuk rumah guru ketika sedang istirahat kecuali hal yang sangat penting, tidak mengajak gurau, meski sudah tidak mengajar kita lagi; c) Menghormati sarana. Segala sesuatu yang menjadi lancarnya menuntut ilmu harus dihormati, seperti buku pelajaran, kitab mengaji, meja, kursi dsb. Kitab mengaji misalnya, cara menaruh di lemari / rak buku harus benar tidak sembarangan, bagian atas harus mushaf Al-Quran, lalu kitab tafsir, hadis, fikih dst. Ketika sedang belajar atau mengaji jangan membawa buku maupun kitab dengan dijinjing seperti membawa tas plastik, bawalah dengan baik seperti disekap didada dengan tangan kanan. Jangan duduk yang lacinya ada buku/ kitabnya. Selain kitab adalah segala sesuatu baik itu peralatan dan perabot serta media belajar lainnya milik sekolah, kampus, maupun pondok yang jelas-jelas sebagai “barang wakaf” kita wajib menjaganya, yang merusak wajib untuk menggantinya.

Poin kedua memadukan metode Bil Kasbi dan Bil Kasfi adalah Kita sungguh-sungguh bertakwa dengan jalang mengerjakan perintah & menjauhi segala larangan Allah SWT. Imam Muhammad bin Idris as-Syafi’i pernah kesulitan menghafal pelajaran, padahal beliau dikenal sebagai seseorang yang sangat cerdas. Beliau mengadukan permasalahan yang dihadapinya itu kepada gurunya Imam Waki’. Imam Waki’ berkata “Wahai anakku, tinggalkanlah kemaksiatan”. Maksiat banyak kategori dan macamnya, seluruhnya menghambat masuknya ilmu Allah SWT. Usahakanlah barang yang kita makan, pakaian yang kita pakai, uang yang kita gunakan semuanya berasal SPP dari yang halal dan bagus (Halalan Thoyibah).

Kita niati pula ketika membayar semata-mata untuk bersedekah atau infak kepada lembaga pendidikan seperti sekolah, TPQ, pondok pesantren dan sebagainya dengan harapan mencari pahala dan ridhonya Allah SWT. Jika kondisi masih memungkinkan perbanyaklah puasa seperti puasa hari Senin-Kamis, Puasa hari putih tiap bulan (13, 14 dan 15 Qomariyah). Jika sudah larut malam usahakan cepat tidur, dini hari bangun mengerjakan salat sunah Tahajud 2 rakaat secara khusuk dengan berdoa meminta kepada Allah SWT memohon ilmu yang bermanfaat, membaca Al-Quran dan salat Subuh secara berjamaah karena hal tersebut merupakan amaliah para nabi, Sahabat, Tabi’in, para salafus sholihin dan orang-orang hebat lainnya di sisi Allah SWT.

Pesan/ Nasihat : a) Kenalilah, apa nama buku / kitab yang kita pelajari, nama pengarang, nama guru / Kiai yang mengajar kita secara sempurna; b) Pergi mengaji atau sekolah senantiasa dalam keadaan berwudu (suci dari hadats); c) Memulai belajar dengan membaca al-fatihah, terlebih-lebih untuk pengarang kitab; d) Niatilah kita belajar ini untuk mencari ridho dan mendekatkan diri pada Allah, menghilangkan kebodohan, dan ibadah; e) Selesai belajar senantiasa berdoa, yakni doa menitipkan ilmu yang telah diperoleh kepada Allah SWT dan memohon dikembalikan ketika ilmu itu dibutuhkan kembali. Doa tersebut adalah:

الهم النى استودعتك ما قراء ته فارد د ه الى عند حا ختى اليه

Artinya: “Ya Allah, saya titipkan kepada-Mu ilmu yang telah saya pelajari, dan kembalikanlah kepada saya ketika saya membutuhkannya”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *