Pesantren dan Tantangan Global – Bagian 3 (Habis)

JelajahPesantren.Com  –  Upaya pemberdayaan Peran Pesantren dalam menyongsong masa depan bangsa. tidak dapat dipungkiri dalam catatan sejarah peradaban bangsa Indonesia bahwa peran pesantren yang berada dibawah pimpinan para kiai/ ulama mempunyai andil besar terhadap perkembangan dan kemajuan bangsa ini. Sejarah mencatat munculnya BPUPKI dan Piagam Jakarta yang kemudian menjadi butir-butir Pancasila adalah salah satu bukti peran para cendikiawan muslim dan para ulama-ulama pesantren kepada bangsa ini.

Selain itu peristiwa besar yang masih segar dalam ingatan kita ketika mantan presiden ke-4 KH. Abdurrahman Wahid yang dikenal dengan sebutan Gus Dur dilengserkan dari kursi kepresidenan yang kemudian beliau oleh kalangan masyarakat dinobatkan sebagai presiden rakyat, berapa banyak warga masyarakat dari berbagai penjuru negeri ini yang siap untuk mem backup gus Dur yang ketika itu sebagai presiden sah republik Indonesia dan bahkan ada sebagian warga menyebut dirinya ‘pasukan berani mati’. Akan tetapi berkat kesigapan aparat, para ulama dan para Kiai NU mereka berhasil meredam emosi massa yang begitu hebatnya sehingga perbuatan-perbuatan anarkis dapat dihindari dan akhirnya mereka pulang kedaerah masing-masing dengan tertib dan aman meskipun mungkin mereka menyimpan kekecewaan yang cukup mendalam. Ini bukti bahwa peran pesantren terhadap bangsa ini sangat luarbiasa.

Dari uraian tadi terlepas dari pandangan politik power –dapat kita simpulkan bahwa peran pesantren perlu diberdayakan dalam upaya menyongsong masa depan bangsa yang bermartabat dan religius, karena kedekatan dan keterlibatan langsung para ulama/ kiai ditengah-tengah masyarakat dan komunitasnya. Marzuki Wahid dalam Pesantren Masa Depan mengatakan bahwa dari sisi keberadaannya saja,pesantren memiliki banyak dimensi terkait (multi dimensional). Dalam lilitan multi-dimensi itu, menariknya pesantren sangat percaya diri (self confident) dan penuh pertahanan diri  self defensive) dalam menghadapi tantangan di luar dirinya. (Marzuki wahid dkk: 1999: 145)

Dari banyak peristiwa yang melibatkan peran sosial pesantren, bahwa peran pesantren hingga sekarang sesungguhnya mempunyai interaksi yang dinamis dengan masyarakat. Karena itu, dalam kondisi sosial politik yang serba menegara dan dihegemoni oleh wacana kemodernan, pesantren yang tetap konsisten dengan ciri tradisionalitasnya mempunyai ruang public (public sphere) yang luas untuk melakukan pemberdayaan masyarakat terutama kalangan grass root.

Selanjutnya, KH.Ali Maschan Moesa dalam NU, Agama dan Demokrasi mengatakan bahwa dikalangan fuqoha Aswaja ada semacam komitmen yang dipegang bersama bahwa dalam menetapkan sebuah hukum ijtihadi selalu diperhatikan tiga faktor, yaitu: (a) Sumber hukum sebagai pijakan istimbath (Mashoodir al Tasyri’); (b) Situasi obyektif dari suatu peristiwa dengan latar belakang dan kemaslahatannya (dhurufu al waqa’i wa al hawadits); (c) Menetapkan hukum atas dasar kepentingan kedua aspek tersebut.

Beberapa rekomendasi penulis yang bisa diajukan adalah tentang pesantren dan tantangan globalisasi adalah sebagai berikut : Pertama, Umat Islam – khususnya kalangan pesantren — saat ini sedang mengalami pergulatan pemikiran antara upaya mempertahankan nilai-nilai yang lama dengan desakan untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan globalisasi. Kedua, Globalisasi merupakan sebuah realitas empirik yang tidak dapat dihindari karena merupakan sunnatulloh. Hanya saja tidak semua orang mampu meresponnya dengan baik. Ketiga, Gempuran globalisasi jelas akan mempengaruhi pandangan hidup dan sikap sosial masyarakat muslim dan selanjutnya menyebabkan adanya disintegrasi dan reintegrasi sosial, yang berakibat langsung atas kehidupan agama. Keempat, Pada hakikatnya Islam Aswaja – termasuk di dalamya kalangan pesantren – dalam aspek akidah, syariah dan akhlaknya masih memiliki relevansi menghadapi desakan globalisasi. Karena di dalamnya terdapat al Janib al Tsabit serta al Janib al Mutaghayyir. Apalagi di dalamnya juga termuat karakteristik Tawassuth, Tawazun, dan I’tidal. Kelima, Dalam menghadapi bulldozer globalisasi, para ulama dan Zuama Islam – terutama kalangan ulama pesantren sebagai basis ajaran Islam Aswaja — dituntut meningkatkan pemahamannya terhadap hakikat Islam Asawaja itu sendiri. Disamping itu memahami hakikat globalisasi dan dampak yang ditimbulkannya agar mampu mengoptimalkan khidmatnya untuk agama, nusa dan bangsa. (Ali Maschan Moesa, 2002 : 51-52).

Perkembangan lain dalam pergerakan Islam di Indonesia sekarang ini tidak bisa lepas dari diskursus tentang pengaruh pondok pesantren. Munculnya perbedaan strategi yang dilakukan oleh berbagai organisasi Islam di Indonesia dalam menampilkan Islam untuk menghadapi perubahan sosial merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Strategi yang digunakan dapat dikategorikan menjadi (1) strategi sosial politik,  (2) strategi kebudayaan,  (3) strategi sosial kebudayaan. ( KH. Abdurrahman Wahid dalam Marzuki Wahid dkk, 1999 : 22).

Karenanya tidak berlebihan jika KH. A. Sahal Mahfudz seperti yang disitir oleh Saifudin Zuhri dalam Pesantren Masa Depan mengatakan bahwa ada dua potensi besar yang dimiliki pesantren, yakni potensi pengembangan masyarakat dan potensi pendidikan. Pertama, pesantren dilahirkan untuk memberikan respon terhadap situasi dan kondisi sosial suatu masyarakat yang tengah dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral, melalui transformasi nilai yang ditawarkannya. Dengan demikian kehadiran pesantren ditengah-tengah komunitas sosial masyarakat sebagai agent of social change dengan system kerja melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.

Kedua, salah satu misi awal didirikannya pesantren adalah menyebarluaskan informasi ajaran tentang universalitas Islam keseluruh pelosok Nusantara yang berwatak pluralis, baik dalam dimensi kepercayaan, budaya maupun kondisi sosial masyarakat.melalui medium pendidikan yang dikembangkan oleh para wali dalam bentuk pesantren, ajaran Islam lebih cepat membumi di masyarakat. (Marzuki Wahid dkk, 1999 : 201-202 ).

Kesimpulan

Pesantren merupakan produk sejarah yang telah berdialog dengan zamannya masing-masing yang memiliki karakteristik yang berlainan baik menyangkut sosio-politik, sosio-kultural, sosio-ekonomik maupun sosio-religius. Pesantren juga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan Islam lainnya, bahkan merupakan pendidikan Islam tertua di Indonesia.

Meniti perjalanan panjang pendidikan Islam di pesantren yang sudah berkembang sejak zaman wali songo sampai sekarang dibawah pimpinan para kiai dan ulama membuktikan bahwa peran pesantren di nusantara ini sangat urgent dan boleh dikatakan sangat crussial karena nilai-nilai yang diajarkan dan ditawarkan adalah ajaran Islam yang rahmatan lilalamiin dan universal. Sehingga bisa terjadi  interaksi yang dinamis antara lembaga pendidikan pesantren dengan masyarakat. Karena itu, dalam kondisi sosial politik yang serba menegara dan dihegemoni oleh wacana kemodernan, pesantren yang tetap konsisten dengan ciri tradisionalitasnya mempunyai ruang publik (public sphere) yang luas untuk melakukan pemberdayaan masyarakat terutama kalangan grass road khusunya menyangkut hal sosio-kultural dan sosio-religius.

Selain itu pendidikan pesantren dalam menghadapi tantangan globalisasi yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap pola pikir dan pola hidup masyarakat berupaya untuk membina budaya-budaya klasik yang baik dan terus menggali budaya-budaya baru (modern) yang lebih konstruktif. Artinya pendidikan karakter yang ditanamkan di pesantren tidak menutup terhadap respon adaptif dan kreatif terhadap proses modernisasi dan globalisasi tanpa harus meninggalkan identitas kepribadian santri.

Demikian 3 (tiga) bagian tulisan tentang “Pesantren dan Tantangan Globalisasi” yang dapat penulis sajikan yang tentu saja masih jauh dari kadar cukup, untuk itu penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat yang seluas-luasnya terhadap perkembangan pendidikan Islam khususnya di pesantren dan bagi kita pecinta dunia pendidikan dan sekaligus customer pendidikan. Amiin ya rabbal ‘alamiin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *